Ketentuan Pidana Perbuatan yang Menghilangkan Nyawa Orang Lain

1. Sengaja menghilanggkan nyawa orang lain diatur dalam Pasal 338 KUHPidana.
Barangsiapa dengan sengaja menghilangkan nyawa orang lain, dihukum, maker mati, dengan hukuman penjara selama-lamanya lima belas tahun.
Kejahatan ini dinamakan makat mati atau pembunuhan.
- Barang siapa
Yangdimaksud dengan barang siapa adalah untuk menetukan siapa pelaku tindak pidana sebagai subjek hukum yang telah melakukan tindak pidana tersebut dan memiliki kemampuan jiwa (Geestelijkevermoges) dari pelaku yang didakwakan dalam melakukan tindak pidana yang dalam doktrin hukum pidana ditafsirkan sebagai dalam keadaan sadar.
- Sengaja
Adanya kesengajaan sebagai niat atau maksud
- Menghilangkan nyawa orang lain

Kesengajaan membunuh (merampas nyawa) orang lain itu dilakukan segera setelah timbul niat sehingga tidak ada waktu untuk berfikir dengan tenang.
Bagikan:

Perbedaan Dolus Eventualis dengan Culpa lata

1. Jenis-Jenis Culpa lata
Sebagaimana telah dikemukakan tentang pengertian delik kulpa di atas, yakni delik yang di dalamnya terdapat unsure kurang kehati-hatian, maks culpa lata tersebut mempunyai corak tersendiri.
Andi Zainal Abidin Farid, (1981: 228) menyimpulkan bahwa pembuat Undang-Undang mengakui corak dari culpa lata yaitu:
a. Culpa lata yang diinsyafi atau disadari (Bewuste Schuld)
Si pelaku telah membayangkan atau menduga akan timbul suatu akibat, tetapi walaupun ia berusaha mencegah, tapi timbul juga masalah.
b. Culpa lata yang tidak disadari (Onbewuste schuld)
Si pelaku tidak membayangkan atau menduga akan timbul suatu akibat, yang dilarang dan diancam dengan hukuman oleh Undang-Undang, sedangkan ia seharusnya memperhitungkan akibat yang akan timbul.
Di dalam KUHPidana tidak terdapat pembagiannya, akan tetapi dalam ilmu pengetahuan dikenal kealpaan yang disadari (bewuste schuld). Bewuste schuld sukar dibedakan dengan voorwaardelijk opzet, karena keduanya dapat digambarkan sebagai seorang pembuat delik yang telah membayangkan akibat yang akan terjadi, akan tetapi walaupun demikian akibatnya tetap timbul juga. Pada onbewuste schuld terhadap si pembuat dalam berbuat tidak membayangkan akibat yang timbul, padahal seharusnya ia membayangkannya.
Jonkers (Bambang Poenomo 1992: 174), memberikan contoh bahwa seseorang ingin membakar rumah dengan tiada maksud lain, akan tetapi ditempat lain itu ia mengetahui ada orang sakit yang keadaanya sedemikian rupa sehingga akan meninggal apabila terkejut. Dengan meneruska pembakaran itu, maka kesengajaannya ditunjukan kepada kematian orang yang sakit itu. Dalam hal kealpaan yang disadari (bewuste sculd) diberikan contoh mengadakan perta di dalam ruangan yang banyak mempergunakan penerangan (lilin) di dekat bahan yang mudah terbakat. Meskipun untuk keamanan telah disiapkan alat pemadam api, maka kebakaran yang tidak dikehendaki itu apabila terjadi merupakan kealpaan yang disadari karena orang itu insyaf akan adanya bahaya. Kealpaan yang tidak disadari adalah melempar barang di luar gudang tanpa memikirkan kemungkinan bahwa orang lain akan selalu di situ, maka kealpaanya karena kurang untuk berikhtiar terhadap peristiwa yang tidak dapat disangka yang seharusnya diingat kemungkinan itu.
Demikian terjadinya kealpaan, yang dapat terjadi sedemikian beratnya sehingga mirip dengan kesengajaan(kemungkinan/bersyarat), akan tetapi dapat pula terjadi kealpaan yang sedemikian ringannya sehingga tidak mudah dibedakan dengan peristiwa biasa yang kebetulan, yang perlu atau tidaknya celaan yuridis.
Bagikan:

Pengertian dan jenis-jenis Kealpaan atau Culpa

1. Pengertian Kealpaan (culpa)
Di dalam Undang-Undang untuk menyatakan “kealpaan” dipakai bermacam-macam istilah yaitu: schuld, onachtzaamhid, emstige raden heef om te vermoeden, redelijkerwijs moetvermoeden, moest verwachten, dan di dalam ilmu pengetahuan dipakai istilah culpa.
Istlah tentang kealpaan ini disebut “schuld” atau “culpa” yang dalam bahasa Indenesia diterjemahkan dengan “kesalahan”. Tetapi maksudnya adalah dalam arti sempit sebagai suatu macam kesalahan si pelaku tindak pidana yang tidak sederajat seperti kesengajaan, yaitu: kurang berhati-hati sehinga akibat yang tidak disengaja terjadi
Penjelasan tentang apa yang dimaksud “culpa” ada dalam Memory van Toelichthing (MvT) sewaktu Menteri Kehakiman Belanda mengajukan Rancangan Undang-Undang Hukum Pidana, dimana dalam pengajuan Rancngan itu terdapat penjelasan mengenai apa yang dimaksud denga “kelalaian” adalah:
a. Kekurangan pemikiran yang diperlukan
b. Kekurangan pengetahuan/pengertian yang diperlukan
c. Kekurangan dalam kebijaksanaan yang disadari
Culpa itu oleh ilmu pengetahuan dan yurisprudensi memang telah ditafsirkan sebagai “een tekortaan voorzienigheid” atau “een manco aan voorzichtigheid” yang berarti “suatu kekurangan untuk melihat jauh kedepan tentang kemungkinan timbulnya akibat-akibat” atau “suatu kekurangan akan sikap berhati-hati”
Untuk menyebutkan pengertian yang sama dengan “kekurang hati-hatian”, “kurangnya perhatian” seperti yang dimaksud di atas, para guru besar menggunakan istilah yang berbeda-beda. Pompe misalnya, talah menggunakan istilah “onachtzaamheid”, sedangkan Simaons telah menggunakan istilah-istilah “gemis aan voorzichtigheid” dan “gemis aan voorzienbaarheid”. Van Bemmlen telah menggunakan istilah “roekeloos”
Sactohid Kartanegara (Sri Widyastuti 2005: 40) merumuskan delik culpa seiring dengan Culpose Delicten yaitu:
Tindak-tindak pidana yang berunsur culpa atau kurang hati-hati. Akan tetapi hukumannya tidak seberat seperti hukuman terhadap Doleuse delicten, yaitu tindak pidana yang berunsur kesengajaan. Culpose delicten adalah delik yang mempunyai unsure culpa atau kesalahan (Schuld).
Contoh: -Pasal 359 KUHPidana
Barangsiapa karena salahnya menyebabkan matinya orang dihukum penjara selama-lamanya lima tahun atau kurungan selama-lamanya satu tahun
-Pasal 188 KUHPidana
Barangsiapa menyebabkan karena kesalahannya kebakaran peletusan atau banjir, dihukum dengan hukuman penjara selama-lamanya lima tahun atau hukuman kurungan selama-lamanya satu tahun atau hukuman denda sebanyak-banyaknya Rp 4.500,-, jika terjadi bahaya kepada mau orang lain, atau jika hal itu berakibat matinya seseorang.
Lamintang (1997: 204) mengemukakan tentang delik culpa adalah “Culpose delicten atau delik yang oleh pembentuk Undang-Undang telah disyaratkan bahwa delik tersebut terjadi dengan sengaja agar pelakunya dapat dihukum”.
Demikianlah apa yang dimaksud dengan isi kealpaan itu, menurut ilmu pengetahuan terhadap delik-delik culpa yany berdiri sendiri. Delik culpa yang berdiri sendiri, seperti Pasal-Pasal 188. 231 ayat (4), 232 ayat (3), 334, 359, 360, 409, 426 ayat (2), 427 ayat (2), 477 ayat (2) KUHPidana (vide di atas) juga sering disebut sebagai delict culpoos yang sesungguhnya, yaitu delik-delik yang dirumuskan dengan perbuatan kealpaan yang menimbulkan suatu akibat tertentu.
Lain halnya dalam menghadapi delict culpoos yang tidak sesungguhnya (delict pro parte dolus pro parte culpa), seperti Pasal-pasal 283, 287, 288, 290, 292, 293, 418, 480, 483, dan 484 KUHPidana. Di situ dipakai unsure “dikethui” atau “sepatutnya harus diduga” sehingga apabila salah satu dari bagian unsure tersebut sudah terpenuhi, cukup untuk menjatuhkan pidana delict-dolus yang salah satu unsurnya diculpakan. Persoalan yang terjadi didalam delik culpa yang tidak sesungguhnya, menyebut dengan istilah elemen culpa, yang ditempatkan sesudah opzet dengan ancaman pidana yang tidak berbeda.
Kalau dasar adanya kealpaan adalah merupakan kelakuan terdakwa yang tidak menginsyafi dengan kurang memperhatikan terhadap objek yang dilindungi oleh hukum, maka dasar hukum untuk memberikan pidana terhadap delik culpa, berarti kepentingan penghidupan masyarakat, yang mengharapkan setiap anggota memasyarakatkan dalam melakukan perbuatan, beusaha sedemikian rupa untuk memperhatikan kepentingan hukum sesama anggota masyarakat, sehingga tidak berbuat lagi jika tidak maka harus berjanggungjawab dengan mendapat pidana.
Kealpaan yang merupakan perbuatan tidak dengan sengaja (tidak diinsyafi) akan tetapi karena kurang perhatian terhadap objek yang dilindungi hukum, atau tidak melakukan kewajiban yang diharuska oleh hukum, atau tidak mengindahkan larangan peratran hukum, sebagai suatu jenis kesalahan menurut hukum pidana. Dengan demikian delik culpa pada dasarnya merupakan delik yang bagi pembuatnya mempunyai pertanggungjawaban yang berdiri sendiri.
Dibandingkan dengan bentuk kesengajaan, dapat dikatakan bahwa bentuk kealpaan itu merupakan jenis kesalahan yang mempunyai dasar yang sama dengan bentuk kesengajaan yaitu harus terjadi perbuatan pidana (perbuatan yang dilarang dan diancam dengan pidana), dan harus adanya kemampuan bertanggungjawab dengan tanpa adanya alasan penghapus kesalahan berupa pemaaf.
Bagikan:

Pengertian dan bentuk-bentuk Dolus

1. Pengertian Dolus
Rusli Effendy (1989: 80), menuliskan dolus atau sengaja menurut Memorie Van Teolichting (Risalah penjelasan Undang-Undang) berarti si Pembuat harus menghendaki apa yang dilakukannya dan harus mengetahui apa yang dilakukannya (menghendaki dan menginsyafi suatu tindakan berserta akibatnya).
Kata sengaja dalam Undang-Undang meliputi semua perkataan di belakangnya, termasuk di dalamnya akibat dari tindak pidana.
Dalam hal ini terdapat dua teori, yaitu:
1. Teori membayangkan (Voortellings theory) dari Frank, mengatakan bahwa suatu perbuatan hanya dapat di hendaki, sedangkan suatu akibat hanya dapet dibayangkan.
2. Teori kemauan (wills theory) dari Von Hippel dan Simons mengatakan bahwa sengaja itu kalau ada akibat itu memang dikehendaki dan dapat dibayangkan sebagai tujuan.
Jonkers (Rusli Effendy 1989: 80) sebagai penganut teori kemauan mengemukakan bahwa bukanlah bayangan membuat orang bertindak tetapi kemauan.
Dari sudut terbentuknya, kesengajaan memiliki tiga tingkatan, yaitu:
1. Adanya perangsang,
2. Adanya kehendak,

3. Adanya tindakan
Bagikan:

Pengertian dan Unsur Delik

1. Pengertian Delik
Istilah delik berasal dari bahasa latin yaitu delickt, delicta atau delictum. Delik adalah merupakan istilah tehnik yuridis yang hingga saat ini dikalangan sarjana hukum belum ditemukan persamaan pendapat mengenai pengakuan istilahnya dalam bahasa Indonesian, sedanggkan delik dalam bahasa Belanda dikenal dengan istilah Strafbaarfeit yang banyak digunakan oleh sarjana hukum, diantaranya yang menerjemahkan dengan perbuatan pidana, pelanggaran pidana, perbuatan yang dapat dihikum dan lain sebagainya.
Adanya perbedaan mengenai istilah strafbaarfeit disebabkan belum ada terjemahan resmi Wetboek van Strafrecht dari bahasa Belanda kebahasa Indonesia A. Zainal Abidin Farid (1983: 4) memakai istilah perisstiwa pidana, belum menyetujui kalau perkatan strafbaarfeit diterjemahkan dengan pidana, karena berbicara dalam ruang lingkup hukum secara umum. 
Moeljatno, (Rusli Effendy, 1980: 47) merumuskan delik adalah “perbuatan yang dilarang dan diancam dengan pidana, barang siapa yang melanggar larangan tersebut”.
Selanjutnya Rusli Effendy, (1980: 55) merumuskan peristiwa pidana adalah “suatu peristiwa yang dapat dikenakan pidana atau hukum pidana, sebabnya saya memakai hukum pidana ialah karena ada hukum pidana tertulis dan ada hukum pidana tidak tertulis”.
Tresna (Rusli Effendy, 1980: 53) merumuskan peristiwa pidana sebagai berikut:
Perbuatan atau rangkaian perbuatan manusia yang bertentangan dengan Undang-Undang atau peraturan perundand-undangan atau peraturan perundang-undangan lainnya terhadap perbuatan diadakan tindakan pemidanaan.

Dari beberapa rumusan tentang delik yang dikemukakan oleh beberapa sarjana di atas dapat disimpulakan bahwa delik adalah suatu perbuatan yang dilarang oleh Undang-Undang karena merupakan perbuatan yang merugikan kepentingan umum dan pelakunya dapat dikenakan pidana.
Bagikan:

Upaya Penanggulangan Kejahatan

Kejahatan adalah masalah sosial yang dihadapi oleh masyarakat di seluruh negara semenjak dahulu dan pada hakikatnya merupakan produk dari masyarakat sendiri. Kejahatan dalam arti luas, menyangkut pelanggaran dari norma-norma yang di kenal masyarakat, seperti norma-norma agama, norma moral hukum. Norma hukum pada umumnya dirumuskan dalam undang-undang yang dipertanggungjawabkan aparat pemerintah untuk menegakkannya, terutama kepolisian, kejaksaan, dan pengadilan. Namun, karena kejahatan langsung mengganggu keamanan dan ketertiban masyarakat, karena setiap orang mendambakan kehidupan bermasyarakat yang tenang dan damai.
Menyadari tingginya tingkat kejahatan, maka secara langsung atau tidak langsung mendorong pula perkembangan dari pemberian reaksi terhadap kejahatan dan pelaku kejahatan pada hakikatnya berkaitan dengan maksud dan tujuan penanggulangan kejahatan tersebut.
Bagikan:

Tindak Pidana Keimigrasian

Merumuskan tindak pidana lingkungan tidak dapat dianggap mudah. Dalam hal ini Reksodiputro (Hamdan, 2004:41), menyatakan bahwa,perumusan yang terpaksa bersifat umum, kurang tegas dan terperinci akan mengandung bahaya, bahwa ketentuan pidana yang perumusannya umum itu akan dapat menghilangkan makna legalitas. Tindak pidana keimigrasian adalah tindak pidana sebagaimana dimaksudkan di dalam Pasal 133 sampai dengan Pasal 163 undang-undang Nomor 6 tahun 2011 tentang keimigrasian, sebagai berikut :
Pasal 133.
Setiap orang dengan sengaja masuk atau keluar Wilayah Indonesia yang tidak melalui pemeriksaan oleh pejabat imigrasi di Tempat pemeriksaan Imigrasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 100.000.000,00 (seratus juta rupiah).
Pasal 114.
(1) Penanggung Jawab Alat Angkut atau keluar Wilayah Indonesia dengan alat angkut yang tidak melalui Tempat Pemeriksaan Imigrasi sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 17 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah).
(2) Penanggung Jawab Alat Angkut yang sengaja menurunkan atau menaikkan penumpang yang tidak melalui pemeriksaan Pejabat Imigrasi atau petugas pemeriksa pendaratan di Tempat Pemeriksaan Imigrasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah).
Pasal 155.

Setiap Penanggung Jawab Alat Angkut yang tidak membayar biaya beban sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 19 ayat (4) dan Pasal 79 dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah).
Bagikan:

Jenis-jenis Keimigrasian

Dalam Pasal 48 Undang-undang Nomor 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian disebutkan :
(1) Setiap Orang Asing yang berada di Wilayah Indonesia wajib memiliki Izin Tinggal.
(2) Izin Tinggal diberikan kepada Orang Asing sesuai dengan Visa yang dimilikinya.
(3) Izin Tinggal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas:
a. Izin Tinggal diplomatik.
1. Izin Tinggal diplomatik diberikan kepada Orang Asing yang masuk Wilayah Indonesia dengan Visa diplomatik.
2. Izin Tinggal diplomatik dan Izin Tinggal dinas serta perpanjangannya diberikan oleh Menteri Luar Negeri.
Bagikan:

Ruang Lingkup Keimigrasian

Paradigma lama hanya melihat esensi keimigrasian sebatas hal-ikhwal orang asing, sehingga muncul pendapat seolah-olah masalah keimigrasian sebatas masalah yang berporos pada atau paling tidak bertalian dengan negara asing. Sebaliknya, paradigma baru melihat bahwa keimigrasian itu bersifat multidimensional, baik itu dalam tatanan nasional maupun internasional. Hal ini lebih disebabkan karena dunia telah menjadi kecil dan bahwa subjek masalah keimigrasian adalah yang bersifat dinamis. Hal itu dapat dijelaskan dalam uraian sebagai berikut :
a. Bidang Politik
Ada berbagai pendapat yang menyatakan dimana sebenarnya fungsi keimigrasian itu berada. Di suatu sisi, sebagian bagian dari sistem hukum adimistrasi negara, hukum keimigrasian sering disertai dengan sanksi pidana yang kadang kala terasa janggal. Di sisi lain, hukum keimigrasian juga mengatur kewarganegaraan seseorang. Di samping itu hukum keimigrasian mempunyai kaitan yang sangat erat hubungan internasional. Berbagai pendapat tersebut ada benarnya karena segalanya bergantung pada cara memandang fungsi keimigrasian itu. Di bidang politik sering fungsi keimigrasian ditempatkan pada hubungan-hubungan internasional, disisi lain hak seseorang untuk melintas batas negara dan bertempat tinggal di suatu negara dilihat sebagai hak asasi manusia.
Bagikan:

Pengertian Keimigrasian

Istilah Keimigrasian berasal dari kata imigrasi yang merupakan terjemahan dari bahasa Belanda “immigratie” dan bahasa latin “immigratio”. Kata imigrasi terdiri dari 2 (dua) suku kata yaitu in yang artinya dalam dan migrasi yang artinya pindah, datang, masuk atau boyong. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa arti imigrasi adalah pemboyong orang-orang masuk ke suatu negeri. Dalam bahasa inggris, pengertian imigrasi adalah: imigration is the entrance into an alien country of person intending to take a part in the life of that country and to make it their more or les pemanent residence. yang artinya imigrasi adalah pemasukan ke suatu negara asing dari orang-orang yang berniat untuk menumpang hidup atau mencari nafkah dan sedikit banyak menjadikan negara itu untuk tempat berdiam atau menetap.
Bagikan:

KONTAK

1. Email : handar_subhandi@yahoo.com 2. Facebook : Handar Subhandi 3. Twitter : @handar_subhandi 4. Researchgate : Handar Subhandi 5. Google Scholar : Handar Subhandi 6. Orcid ID : 0000-0003-0995-1593 7. Scopus ID : 57211311917 8. Researcher ID : E-4121-2017

Popular Posts

Labels

Artikel Terbaru