Hal-hal yang Menghalangi Waris

Banyak perbedaan pendapat tentang hal-hal apa saja yang dapat menghalangi seorang mendapat hak mewarisi, namun secara umum hal-hal yang bisa menjadi penghalang mewarisi itu ada tiga macam, yaitu:
1. Pembunuhan
Pembunuhan merupakan suatu perbuatan yang menjadi penghalang mewarisi. Namun kategori pembunuhan sendiri ada bermacam-macam dan ada golongan ulama yang berpendapat bahwa tidak semua pembunuhan dapat menggugurkan hak waris. Amir Syarifudin mengkategorikan macam-macam pembunuhan ini menjadi dua, yaitu:
a. Pembunuhan yang hak dan tidak berdosa yang termasuk dalam kategori pembunuhan yang hak dan tidak berdosa adalah pembunuhan dalam peperangan, petugas qishos (ekskutor) dan membunuh untuk membela harta, jiwa dan kehormatannya.
b. Pembunuhan yang tidak hak dan berdosa yang termasuk dalam kategori pembunuhan yang tidak hak dan berdosa adalah pembunuhan yang dilakukan dengan sengaja dan pembunuhan tidak sengaja. Pada dasarnya seluruh fuqoha menetapkan, bahwasannya pembunuhan adalah suatu penghalang mewarisi. Namun yang menjadi perbedaan dikalangan fuqoha adalah bentuk-bentuk pembunuhan yang mana saja yang dapat dikategorikan sebagai penghalang mewarisi, dalam masalah ini dapat kita simpulkan sebagai berikut:

1. Menurut golongan Hanafiyah.
Menurut golongan hanafiyah pembunuhan yang dapat menghalangi hak kewarisan adalah pembunuhan secara langsung (yang disengaja) karena dapat mengakibatkan qishos, atau pembunuhan yang serupa dengan sengaja atau tidak disengaja atau dianggap sengaja yang semuanya diwajibkan membayar kaffarat atau diat, apabila pembunuhan itu dilakukan tanpa ada alasan yang dapat membenarkan perbuatan tersebut dan yang melakukan pembunuhan adalah orang yang berakal dan cukup umur atau bukan orang gila. Jadi perbuatan yang tidak dikenai sanksi qishos masih mempunyai hak untuk mewarisi, seperti pembunuhan yang dilakukan oleh anak kecil (dibawah umur) dan lain sebagainya.
2. Menurut golongan Syafi’iyah.
Setiap pembunuhan secara mutlak dalam bentuk apapun menjadi penghalang mewarisi, baik langsung maupun tidak langsung, baik karena ada alasan maupun tidak, dan dilakukan oleh orang yang cakap bertindak maupun tidak. Oleh karena itu si pembunuh harus di qishos tidak dapat mewarisi harta peninggalan orang yang dibunuh. Imam Syafi’i memberikan contoh pembunuhan yang dapat menjadi penghalang mewarisi sebagai berikut:
a) Hakim yang menjatuhkan hukuman mati, tidak dapat mewarisi harta orang yang telah dijatuhi hukuman mati.
b) Algojo yang menjalankan tugas membunuh tidak dapat mewarisi harta orang peninggalan pesakitan yang dibunuhnya.
c) Seseorang yang memberikan persaksian (sumpah) palsu, tidak dapat mewarisi harta peninggalan orang yang menjadi korban persaksian palsunya.
Pendapat ulama pendukung syafi’iyah ini dikuatkan oleh sebuah analisa bahwa pembunuhan cara apapun dapat memutuskan tali perwalian yang menjadi dasar saling mewarisi.
3. Menurut golongan Malikiyah.
Menurut golongan malikiyah hanya pembunuhan yang disengaja saja yang dapat menghalangi hak waris.
4. Menurut golongan Hambaliyah.
Menurut golongan hambaliyah, segala pembunuhan yang berakibat qishos atau yang berakibat kaffarat dapat menjadi penghalang mewarisi. Adapun pembunuhan yang tidak mengakibatkan sesuatu, seperti pembunuhan yang dapat dibenarkan maka tidak menghalangi dalam menerima warisan (Amir Syarifuddin, 2004).

2. Berbeda Agama.
Adapun yang dimaksudkan dengan berbeda agama adalah agama yang dianut antara waris dengan muwaris itu berbeda. Sedangkan yang dimaksud dengan berbeda agama dapat menghalangi kewarisan adalah tidak ada hak saling mewarisi antara seorang muslim dan kafir (non Islam), orang Islam tidak mewarisi harta orang non Islam demikian juga sebaliknya.
Dengan demikian secara mutlak maka dalam masalah ini para fuqoha telah sepakat, karena tidak ada perdebatan yang menonjol dikalangan para fuqoha tentang seorang yang berbeda agama tidak bisa saling mewarisi. Walaupun ada sebab kekerabatan dan juga adanya sebab perkawinan.
Demikian juga ditegaskan dalam Kompilasi Hukum Islam (KHI) Pasal 172, yang berbunyi:
“Ahli waris dipandang beragama Islam apabila diketahui dari kartu identitas atau pengakuan atau amalan atau kesaksian, sedangkan bagi bayi yang belum lahir atau anak yang belum dewasa, beragama menurut ayahnya atau lingkungannya” (Ditbinbapera Islam Ditjen Binbaga Islam Departemen Agama RI, 1999/2000:82).

3. Perbudakan.
Dalam era millenium seperti pada masa sekarang, untuk membahas dan berbicara tentang perbudakan tampaknya sudah tidak relevan. Perbudakan telah lama dihapuskan dari muka bumi ini, dan Islam juga ikut andil dalam penghapusan segala macam praktek perbudakan. Karena pada dasarnya Islam sangat menganjurkan pemerdekaan budak, karena perbudakan itu tidak sesuai dengan nilai-nilai humanisme dan kasih sayang (rahmatan lil alamin) yang keduanya merupakan pokok dari ajaran Islam yang mencintai perdamaian dan kemerdekaan.
Firman Allah SWT dalam QS. An-Nahl ayat 75 yang artinya:
“Allah telah membuat perumpamaan dengan seorang hamba sahaya yang dimiliki yang tidak dapat bertindak terhadap sesuatupun. (QS. an-Nahl ayat 75).” (Alquran dan Terjemahannya, 1989:413).
Secara umum, mayoritas ulama sepakat bahwa seorang budak terhalang menerima warisan, karena budak (hamba sahaya) secara yuridis tidak cakap dalam melakukan perbuatan hukum, sedangkan hak kebendaannya dikuasai oleh tuannya.
Sehingga ketika tuannya meninggal, maka seorang budak tidak berhak untuk mewarisi, karena pada hakekatnya seorang budak juga merupakan “harta” dan sebagai harta maka dengan sendirinya benda itu bisa diwariskan.

4. Berlainan Negara.
Perbedaan negara dilihat dari segi ilmu waris adalah perbedaan negara jika telah memenuhi 3 kriteria sebagai berikut:
1. Angkatan bersenjata yang berbeda, artinya masing-masing di bawah komando yang berbeda.
2. Kepala negara yang berbeda.
3. Tidak ada ikatan satu dengan yang lainnya, artinya tidak ada kerjasama diplomatik yang terjalin antar keduanya (Abdul Ghofur Anshori, 2002:35).
Namun dalam bab ini penulis tidak akan menfokuskan pada persoalan beda negara, karena pada perkembangan berikutnya ternyata seorang muslim yang berlainan negara bisa saling mewarisi. Hal ini dikarenakan Islam tidak membatasi ajarannya pada satu kaum saja, tapi juga untuk seluruh alam (QS. al-Anbiya ayat 107) selain itu tidak ada nash yang melarang seorang yang beda negara saling mewarisi.
Sedangkan yang menjadi penghalang mewarisi dalam Kompilasi Hukum Islam (KHI), yaitu beda agama (pasal 171 huruf c dan pasal 172 KHI), membunuh, percobaan pembunuhan, penganiayaan berat terhadap pewaris dan memfitnah (pasal 173 KHI). Adapun persoalan agama menjadi sangat esensial sehingga harus ada penegasan bahwa perbedaan agama akan menghilangkan hak waris, namun hal ini juga tidak kita temukan dalam Kompilasi Hukum Islam (KHI) buku kedua. Sedangkan pewaris dalam ketentuan hukum kewarisan Islam adalah bergama Islam, maka secara otomatis ahli waris juga beragama Islam. Sebagaimana Pasal 171 huruf c Kompilasi Hukum Islam (KHI) berbunyi:
“Ahli waris ialah orang yang pada saat meninggal dunia mempunyai hubungan darah atau hubungan perkawinan dengan pewaris, beragama Islam dan tidak terhalang karena hukum untuk menjadi ahli waris.” (Ditbinbapera Islam Ditjen Binbaga Islam Departemen Agama RI, 1999/2000:81).
Dan sebagai indikasi bahwa ahli waris tersebut beragama Islam, telah dijelaskan dalam pasal 172 KHI yang berbunyi:
“Ahli waris dipandang beragama Islam apabila diketahui dari kartu identitas atau pengakuan atau amalan atau kesaksian, sedangkan bagi bayi yang baru lahir atau anak yang belum dewasa beragama menurut ayahnya atau lingkungannya.” (Ditbinbapera Islam Ditjen Binbaga Islam Departemen Agama RI, 1999/2000:82).
Sedangkan penghalang mewarisi yang berupa pembunuhan, percobaan pembunuhan, penganiayaan berat pewaris dan memfitnah telah dijelaskan dalam pasal 173 KHI yang berbunyi:
“Seseorang terhalang menjadi ahli waris apabila dengan putusan hakim yang telah mempunyai kekuatan hukum yang tetap, dihukum karena:
1. dipersalahkan telah membunuh atau mencoba membunuh atau menganiaya berat pada pewaris.
2. dipersalahkan secara memfitnah telah mengajukan pengaduan bahwa bahwa pewaris telah melakukan suatu kejahatan yang diancam dengan hukuman 5 tahun penjara atau hukuman yang lebih berat.” (Ditbinbapera Islam Ditjen Binbaga Islam Departemen Agama RI, 1999/2000:82).
Bagikan:

No comments:

Post a Comment

KONTAK

1. Email : handar_subhandi@yahoo.com 2. Facebook : Handar Subhandi 3. Twitter : @handar_subhandi 4. Researchgate : Handar Subhandi 5. Google Scholar : Handar Subhandi 6. Orcid ID : 0000-0003-0995-1593 7. Scopus ID : 57211311917 8. Researcher ID : E-4121-2017

Popular Posts

Labels

Arsip Blog

Artikel Terbaru