Wilayah
dirgantara adalah wilayah udara yang merupakan willayah kedaulatan negara
kolong. Didalam konsepsi kedirgantaraan nasional terkandung pemahaman terhadap
wilayah nasional, yaitu wilayah yang berada dibawah kedaulatan dan yurisdiksi
negara yang berdimensi daratan, perairan dan dirgantara, yang batas-batasnya
ditentukan berdasarkan hukum nasional dengan memperhatikan hukum internasional
yang berlaku.
Secara
yuridis formal wilayah kedaulatan atas ruang udara nasional belum ada peraturan
perundang-undangan yang mengatur secara holistik, sampai dikeluarkannya
perjanjian atau konvensi Hukum Laut PBB Tahun 1982. Sejak ditetapkannya
konvensi tersebut sebagai hukum internasional dan telah diratifikasi oleh
Pemerintah dengan Undang-undang No. 17 Tahun 1985.
Dalam
konsep kedaulatan negara di ruang udara sebagaimana yang tercantum dalam Pasal
1 Konvensi Paris 1919, telah secara rinci dicantumkan pula pada Pasal 1
Konvensi Chicago 1944 yang berbunyi sebagai berikut :
“The Contracting
State, recognize that every State has complete and exclusive souvereignity in
the airspace above its territory”.
Jadi,
hal pokok pada konvensi-konvensi tersebut adalah adanya ketegasan bahwa
negara-negara anggota mengakui bahwa setiap negara mempunyai kedaulatan yang
lengkap dan eksklusif terhadap ruang udara yang di atas wilayahnya.
Hal
ini juga dinyatakan dalam pasal 2 Konvensi Jenewa mengenai laut wilayah dan
oleh pasal 2 ayat 2 Konvensi PBB tentang Hukum Laut 1982.
Oleh
sebab itu, walaupun semua negara ikut dalam Konvensi tersebut, namun khusus
dalam masalah kedaulatan negara di ruang udara, negara-negara telah bersepakat
bahwa hal demikian tidak menjadi alasan untuk tidak mengakui kedaulatannya di
wilayah ruang udaranya, karena memang masalah kedaulatan negara di ruang
angkasa dipertegas dalam konvensi internasional, sehingga mengenai prinsip
kedaulatan ini tidak mengalami kendala apa-apa.
Mengingat
bahwa konvensi internasional selalu menjadi bahan bagi perundang-undangan
nasional, demikian juga dengan konvensi-konvensi penerbangan internasional yang
kemudian diadopsi ke dalam perundang- undangan nasional. Untuk pertama kalinya
mengenai penerbangan ini diatur pada Undang Undang Nomor 83 tahun 1958. Namun
demikian pada undang-undang tersebut tidak ada diatur mengenai kedaulatan
negara Indonesia terhadap ruang udara, kecuali dikatakan bahwa :
“Dilarang
melakukan penerbangan selainya dengan pesawat udara yang mempunyai kebangsaan
Indonesia, atau dengan pesawat udara asing berdasarkan perjanjian internasional
atau berdasarkan persetujuan pemerintah”.
Setelah
dikeluarkan Undang Undang penerbangan yang baru, yaitu Undang Undang Nomor 1
Tahun 2009, dengan jelas dikatakan dalam pasal 5 bahwa :
“Negara Kesatuan
Republik Indonesia berdaulat penuh dan eksklusif atas wilayah udara Republik
Indonesia”.
Selanjutnya
dalam pasal 6 dikatakan pula :
“Dalam rangka
penyelenggaraan kedaulatan negara atas wilayah udara Negara Kesatuan Republik
Indonesia, Pemerintah melaksanakan wewenang dan tanggung jawab pengaturan ruang
udara untuk kepantingan penerbangan, perekonomian nasional, pertahanan dan
keamanan negara, sosial budaya serta lingkungan udara”.
Dengan
telah diundangkannya Undang Undang Nomor 1 Tahun 2009, maka Undang Undang Nomor
15 Tahun 1992, dinyatakan tidak berlaku lagi dan digantikan dengan yang baru
berdasarkan Undang Undang Nomor 1 Tahun 2009. Dengan demikian mengenai konsep
kedaulatan negara di ruang udara tersebut sudah diatur dalam perundang-undangan
Indonesia dan menyatakan bahwa Indonesia berdaulat penuh dan utuh atas wilayah
udaranya.
No comments:
Post a Comment