A. Instrumen-instrumen hukum yang relevan
1) UU No. 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya.
Pengertian konservasi sumber daya alam hayati menurut pasal 1 ayat (2) UU No 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya dirumuskan bahwa” pengelolalaan sumber daya alam hayati yang pemanfaatanya dilakukan secara bijaksana untuk menjamin kesinambungan persediannya dengan tetap memelihara dan meningkatkan kualitas keanekaragaman dan nilainya”. Dengan demikian konservasi dalam undang-undang ini mencakup pengelolaan sumber alam hayati, yang termasuk didalamnya hutan. Sasaran konservasi yang ingin dicapai menurut UU No. 5 Tahun 1990, yaitu:
a. Menjamin terpeliharanya proses ekologis yang menunjang sistem penyangga kehidupan bagi kelangsungan pembangunan dan kesejahteraan manusia (perlindungan sistem penyangga kehidupan);
b. Menjamin terpeliharanya keanekaragaman sumber genetik dan tipe-tipe ekosistemnya sehingga mampu menunjang pembangunan, ilmu pengetahuan, dan teknologi yang memungkinkan pemenuhan kebutuhan manusia yang menggunakan sumber daya alam hayati bagi kesejahteraan (pengawetan sumber plasma nutfah);
c. Mengendalikan cara-cara pemanfaatan sumber daya alam hayati sehingga terjamin kelestariannya. Akibat sampingan ilmu pengetahuan dan teknologi yang kurang bijaksana, belum harmonisnya penggunaan dan peruntukan tanah serta belum berhasilnya sasaran konservasi secara optimal, baik di darat maupun di perairan dapat mengakibatkan timbulnya gejala erosi genetik, polusi, dan penurunan potensi sumber daya alam hayati (pemanfaatan secara lestari).
2) PP No. 68 Tahun 1998 terkait pengelolaan Kawasan Suaka Alam (KSA) dan Kawasan Pelestarian Alam (KPA).
Peraturan Pemerintah RI No 68 tahun 1998 sebelumnya telah mendefinisikan:
1. Kawasan Suaka Alam adalah kawasan dengan ciri khas tertentu, baik di daratan maupun di perairan, yang mempunyai fungsi pokok sebagai kawasan pengawetan keanekaragaman tumbuhan dan satwa serta ekosistemnya, yang juga berfungsi sebagai wilayah sistem penyangga kehidupan.
2. Kawasan Pelestarian Alam adalah kawasan dengan ciri khas tertentu, baik di daratan maupun di perairan, yang mempunyai fungsi perlindungan sistem penyangga kehidupan, pengawetan keanekaragaman jenis tumbuhan dan satwa, serta pemanfaatan secara lestari sumber daya alam hayati dan ekosistemnya. PP No 68 Tahun 1998, sebagaimana juga UU No 5 Tahun 1990, tidak membatasi lingkupnya hanya pada hutan atau kawasan hutan negara. Selanjutnya PP tersebut merinci, yang termasuk ke dalam Kawasan Suaka Alam (KSA) adalah cagar alam dan suaka margasatwa. Sedangkan yang tergolong Kawasan Pelestarian Alam (KPA) adalah taman nasional, taman hutan raya (tahura), serta taman wisata alam.
3. PP No. 8 Tahun 1999 terkait pemanfaatan tumbuhan dan satwa liar/TSL Pengambilan/penangkapan Tumbuhan dan Satwa Liar (TSL) baik komersial maupun non komersial dari habitat alam hanya dapat dilakukan di luar kawasan pelestarian alam (Taman Nasional, Taman Wisata Alam, Taman Hutan Raya), kawasan suaka alam (Cagar Alam, Suaka Marga Satwa) atau taman buru. (Pasal 5 ayat (1) Kepmenhut No. 447/Kpts-II/2003) dan wajib diliput dengan izin (Pasal 26 ayat (1) Kepmenhut No. 447/Kpts-II/2003).
4. Izin Pengambilan/Penangkapan Non Komersial Jenis TSL dari Habitat Alam Izin pengambilan atau penangkapan non komersial TSL dapat diberikan kepada: perorangan, Lembaga Konservasi, lembaga peneliti, perguruan tinggi, LSM. Izin pengambilan atau penangkapan non komersial TSL dari habitat alam untuk jenis yang tidak dilindungi dan jenis yang dilindungi yang ditetapkan sebagai satwa buru yang termasuk dalam Apendiks II, III, dan Non-apendiks CITES diberikan oleh Kepala Balai Konservasi Sumber Daya Alam sedangkan jenis yang dilindungi lainnya dan atau jenis yang termasuk dalam Apendiks I CITES diberikan oleh Menteri Kehutanan setelah mendapat rekomendasi
dari otoritas keilmuan bahwa pengambilan atau penangkapan tidak akan merusak populasi di habitat alam. (Pasal 29 ayat (2) Kepmenhut No. 447/Kpts-II/2003.
3) PP No. 36 Tahun 2010 terkait pengusahaan pariwisata alam di suaka margasatwa (SM), taman nasional (TN), taman hutan raya (Tahura) dan taman wisata alam (TWA).
Taman nasional mempunyai ekosistem asli yang dimanfaatkan untuk tujuan penelitian, ilmu pengetahuan, pendidikan, menunjang budidaya, pariwisata, dan rekreasi. Taman hutan raya untuk tujuan koleksi tumbuhan dan satwa yang dimanfaatkan bagi kepentingan penelitian, ilmu pengetahuan, pendidikan, menunjang budidaya, budaya, pariwisata dan rekreasi. Taman wisata alam dimanfaatkan untuk pariwisata dan rekreasi alam.
4) UU No. 41 Tahun 1999 Tentang Kehutanan
Aspek lingkungan hidup ini penting didasarkan pada upaya pelestarian dan perlindungan terhadap kekayaan alam sebagai hak bersama untuk dinikmati dan wajib dijaga agar dapat terus memberi faedah dalam kesehariannya. Tidak terlepas dari itu, bidang kehutanan sebagai salah satu bagian dari Lingkungan Hidup media spesies flora, merupakan karunia Tuhan Yang Maha Esa dan salah satu kekayaan alam yang sangat penting bagi manusia. Hal ini diakibatkan banyaknya manfaat yang sdapat diambil dari hutan dalam mengamankan flora maupun fauna dengan itu ada kewajiban menjaga keselarasan, keseimbangan serta keharmonisan jagad raya serta dengan memperhatikan kehidupan keberlanjutan dimasa yang akan datang. Dengan banyak manfaat tersebut, hutan pun menjadi sangat idola bagi pemanfaatan sumber daya kekayaan alam. Faktor ini pun menjadi alasan utama eksploitasi hutan. Padahal jika dicerna keberadaan hutan tidak hanya dapat dilihat dari sisi ekonomis saja tetapi juga dari social budaya, dimana hutan sebagai tempat tinggal berbagai macam mahluk hidup manusia,binatang, dan tumbuhan serta dari sisi kesehatan sebagai paru-paru dunia, senjata ampuh bagi “Global Warming” serta banyak manfaat lain. Dalam peraturan kehutanan ini diatur aspek Pidana didalam yang dapar membatasi dan mengatur penerapan penjatuhan sanksi bagi siapa saja yang melakukan pengerusakan dan pencemaran hutan. Dengan adanya aspek hukum pidana dalam bidang kehutanan ini setidaknya dapat meminimalisir adanya kerugian tersebut.
B. Institusi Pendukung
Berdasarkan Peraturan Menteri Kehutanan No : P. 57/Menhut- II/2008 Tentang Arahan Strategis Konservasi Spesies Nasional tahun 2008 – 2018 Sejauh ini sebanyak 13 lembaga yang terkait dalam isu konservasi telah diidentifikasi. Lembaga-lembaga tersebut adalah:
a. Kementrian Kehutanan, khususnya Direktorat Jenderal PHKA sebagai otoritas pengelolaan (Management Authority) yang membawahi Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSD) yang merupakan institusi dari pelaksanaan tugas dari Direktorat Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam (PHKA) Departemen Kehutanan mempunyai tugas antara lain Inventarisasi dan identifikasi potensi flora fauna; Patroli rutin; Operasi pengamanan hutan fungsianal dan gabungan; Pengembangan kerjasama dan kemitraan dengan LSM dan instansi terkait; Perlindungan pengamanan kawasan; Penanganan kasus; Fasilitasi penelitian dan pendidikan; Pembinaan generasi muda pecinta alam; Pembinaan daerah penyangga; dan Pengawasan peredaran lalulintas flora fauna.
b. Kementrian Kelautan dan Perikanan Penyusunan, dan pelaksanaan rencana kerja dan anggaran Dinas Kelautan dan Pertanian yang bertugas dalam perumusan kebijakan regulasi maupun sampai dengan teknis operasional yang meliputi mekanisme produksi, pengelolaan, pengembangan pengetahuan dan keterampilan sumber daya manusia, Pengendalian dan pengawasan di sektor kelautan dan pertanian.
c. Kementerian Negara Lingkungan Hidup berdasarkan Permen Lingkungan Hidup No. 1 Tahun 2012 tentang Program Menuju Indonesia Hijau Kementrian Lingkungan Hidup bertugas menjaga kelestarian fungsi lingkungan hidup; mendorong pemanfaatan tutupan vegetasi secara bijaksana; meningkatkan resapan gas rumah kaca dalam rangka; dan mitigasi perubahan iklim.
d. Kementrian Pertanian Pusat Perlindungan Varietas Tanaman dan Perizinan Pertanian mempunyai tugas melaksanakan pengelolaan perlindungan varietas tanaman serta pelayanan perizinan dan rekomendasi teknis pertanian, dan berfungsi melaksanakan perumusan rencana, program dan anggaran, serta kerjasama; pemberian pelayanan permohonan hak dan pengujian perlindungan varietas tanaman, serta pendaftaran varietas dan sumber daya genetik tanaman; penerimaan, analisis, fasilitasi proses teknis penolakan atau pemberian izin , rekomendasi teknis, dan pendaftaran di bidang pertanian; pelayanan penamaan, pemberian, penolakan permohonan, pembatalan hak, serta pelayanan permohonan banding, konsultasi, pertimbangan hukum perlindungan varietas tanaman; dan Pelaksanaan urusan tata usaha dan rumah tangga Pusat Perlindungan Varietas dan Perizinan Pertanian
e. Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia sebagai otoritas ilmiah
(Scientific Authority)
f. Pemerintah Daerah (kabupaten/ kota dan provinsi)
g. Lembaga Swadaya Masyarakat di bidang konservasi
h. Lembaga-lembaga penelitian
i. Lembaga pendidikan tinggi (universitas)
j. Konsultan AMDAL dan lembaga penilai (sertifikasi hutan, dan
lainnya)
k. Sektor swasta secara umum
l. Lembaga lain yang juga menangani hal-hal yang terkait
dengan konservasi.
No comments:
Post a Comment