Pengertian Kriminologi

Dalam berbagai literature kepustakaan, kriminologi pertama kalinya diberi nama oleh Paul Topinard (1830-1911), ia adalah seorang antropolog Prancis, menurutnya kriminologi berasal dari kata “Crimen” (kejahatan/penjahat), dan “Logos” (ilmu pengetahuan), apabila dilihat dari istilah tersebut, maka kriminologi adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari tentang kejahatan’. 
Perkembangan kriminologi,setelah mendapatkan nama dari P.Topinard,kemudian Cesaria Beccaria (1738-1794) mempopulerkan istilah kriminologi sebagai reformasi terhadap hukum pidana dan bentuk hukuman. Pada awal abad ke-19, kriminologi dijadikan alat atau sarana sebagai pembaharuan Hukum Pidana yang pada waktu itu sangat kejam.
Bagikan:

Bentuk - Bentuk Euthanasia

Franz Magnis Suseno S.J. membedakan empat arti euthanasia, yaitu sebagai berikut : 
1. Euthanasia murni Adalah usaha untuk meringankan kematian seseorang tanpa memperpendek hidupnya. Di situ termasuk semua perawatan dan pastoral agar yang bersangkutan dapat mati dengan “baik” 
2. Euthanasia pasif Adalah kalau tidak dipergunakan semua kemungkinan teknik kedokteran yang sebetulnya tersedia untuk memperpanjang kehidupan 
3. Euthanasia tidak langsung Adalah usaha untuk memperingan kematian dengan efek samping bahwa pasien barangkali meninggal dalam waktu lebih cepat. Di sini termasuk pemberian segala macam obat narkotika, hipnotika, dan anelgetika yang barangkali secar de facto memperpendek kehidupan walaupun hal itu disengaja. 
4. Euthanasia aktif (Mercy Killing) Adalah proses kematian diringankan dengan memperpendek kehidupan secara terarah dan langsung. Dalam euthanasia aktif ini masih perlu dibedakan, apakah pasien menginginkannya, tidak menginginkannya, atau tidak berada dalam keadaan di mana keinginannya dapat diketahui.
Bagikan:

Pengertian Tindakan Medik

Tindakan medik adalah tindakan professional oleh dokter terhadap pasien dengan tujuan memelihara, meningkatkan, memulihkan kesehatan, atau menghilangkan atau mengurangi penderitaan. meski memang harus dilakukan, tetapi tindakan medik tersebut ada kalanya atau sering dirasa tidak menyenangkan. Tindakan medik adalah suatu tindakan seharusnya hanya boleh dilakukan oleh para tenaga medis, karena tindakan itu ditujukan terutama bagi pasien yang menhalami gangguan kesehatan. Suatu tindakan medik adalah keputusan etik karena dilakukan oleh manusia terhadap manusia lain, yang umumnya memerlukan pertolongan dan keputusan tersebut berdasarkan pertimbangan atas beberapa alternatif yang ada. Keputusan etik harus memenuhi tiga syarat, yaitu bahwa keputusan tersebut harus benar sesuai ketentuan yang berlaku, juga harus baik tujuan dan akibatnya, dan keputusan tersebut harus tepat sesuai dengan konteks serta situasi dan kondisi saat itu, sehingga dapat dipertanggungjawabkan.
Bagikan:

Pengertian Umum Tentang Euthanasia

Istilah euthanasia berasal dari kata yunani yaitu eu dan thanatos. Kata eu berarti indah, bagus, terhormat, atau gracefully and dignity, sedangkan thanatos berarti mati, mayat. Jadi secara etimologis, euthanasia dapat diartikan sebagai mati dengan baik (a good death). Seorang penulis romawi yang bernama seutonis, dalam bukunya yang berjudul Vitaceasarum, mengatakan bahwa euthanasia berarti “mati cepat tanpa derita”. 
Meminjam istilah Philo, seorang filsuf kenamaan (50-20 SM), euthanasia merupakan mati dengan tenang dan baik. Sementara dalam analisis St. Thomas, euthanasia adalah bentuk pengakhiran hidup orang penuh sengsara secara bebas dan dengan berhenti makan atau dengan minum racun yang membinasakan. Sejak abad 19, terminologi euthanasia dipakai untuk menyatakan penghindaran rasa sakit dan peringanan pada umumnya bagi yang sedang menghadapi kematian dengan pertolongan dokter. Pemakaian terminologi euthanasia ini mencakup tiga kategori,yaitu : 
1. Pemakaian secara sempit Secara sempit euthanasia dipakai untuk tindakan menghindari rasa sakit dari penderitaan dalam menghadapi kematian. Dalam hal ini euthanasia berarti perawatan dokter yang bertujuan untuk menghilangkan penderitaan yang dapat dicegah sejauh perawatan itu tidak bertentangan dengan kidah-kaidah hukum, etika, atau adat yang berlaku. 
Bagikan:

Pengertian Sengketa Medik

Sengketa medik berasal dari dua kata, yaitu sengketa dan medik. Kosa kata “sengketa” yang dipadankan dar bahasa Inggris disamakan dengan “confict” dan ”dispute” yang mana diantara keduanya mengandung pengertian tentang adanya perbedaan kepentingan diantara kedua belah pihak atau lebih, tetapi keduanya dapat dibedakan. Konflik sudah dipakai dalam perbendaharaan kata bahasa Indonesia, berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia konflik dapat didefinisikan sebagai “percekcokan, perselisihan, atau pertentangan”, di mana pertentangan ini bisa terjadi di dalam diri sendiri (internal) atau pertentangan terhadap dua kekuatan atau pihak (eksternal).Sementara sengketa sebagai dispute didefinisikan sebagai “sesuatu yang menyebabkan perbedaan pendapat, pertengkaran, perbantahan” sehingga dapat dikatakan bahwa konflik adalah sebuah situasi di mana dua pihak atau lebih dihadapkan pada perasaan tidak puas pada salah satu pihak yang merasa dirugikan oleh pihak lain dengan memunculkan persoalan tersebut ke permukaan untuk dicari pemecahannya. Sengketa dapat berkembang dari sebuah konflik yang telah mencapai eskalasi tertentu atau memuncak.
Bagikan:

Resiko Medik

Untuk setiap manfaat yang kita dapatkan selalu ada Resiko yang harus dihadapi. Satu-satunya jalan menghindari Resiko adalah dengan tidak berbuat sama sekali. Kalimat diatas merupakan salah satu ungkapan yang perlu kita renungkan, bahwa di dalam kehidupan, manusia tidak akan pernah lepas dari ketidak sengajaan atau kesalahan yang tidak dikehendaki di dalam menjalankan profesi atau pekerjaannya. Oleh karena itu, untuk mencegah terjadinya Resiko yang tidak diharapkan, seorang profesional harus selalu berpikir cermat dan bertindak hati-hati agar dapat mengantisipasi Resiko yang mungkin terjadi.

Suatu hasil yang tidak diharapkan terjadi di dalam praktik kedokteran sebenarnya dapat disebabkan oleh beberapa kemungkinan, yaitu :
1. Hasil dari suatu perjalanan penyakit atau komplikasi penyakit yang tidak ada hubungannya dengan tindakan medik yang dilakukan dokter.
2. Hasil dari suatu resiko yang tak dapat dihindari, yaitu :
a. Resiko yang tak dapat diketahui sebelumnya (unforeseeable). Resiko seperti ini memungkinkan di dalam ilmu kedokteran oleh karena sifat ilmu yang empiris dan sifat tubuh manusia yang sangat bervariasi serta rentan terhadap pengaruh eksternal. Sebagai contoh adalah syok anafilaktik.
b. Resiko yang meskipun telah di ketahui sebelumnya (foreseeable) tetapi dianggap dapat diterima (acceptable), dan telah diinformasikan kepada pasien dan telah disetujui oleh psien untuk dilakukan, yaitu :
1) Resiko yang derajat probabilitas dan keparahannya cukup kecil, dapat diantisipasi, diperhitungkan, atau dapat dikendalikan, misalnya efek samping obat, pendarahan, dan enfeksi pada pembedahan, dan lain-lain.
2) Resiko yang derajat probabilitas dan keparahannya besar pada keadaan tertentu, yaitu apabila tindakan medik yang beresiko tersebut harus dilakukan karena merupakan satu-satunya cara yang harus ditempuh (the only way) terutama dalam keadaan gawat darurat.
Bagikan:

Hukum Pembajakan Pesawat Udara di Indonesia

Pada umumnya peraturan hukum Internasional belum begitu efektif dalam menanggulangi kejahatan pesawat udara. Oleh karena itu dicari alternatif lain dalam rangka mencegah memberantas dan menghukum kejahatan tersebut, seperti yang selalu diserukan pada setiap konvensi yakni menyerahkan kepada masing-masing Negara. Hal ini disebabkan oleh karena setiap Negara berwenang sepenuhnya menetapkan peraturan hukum (pidana) nasionalnya yang berlaku dalam batas-batas wilayahnya berdasarkan kedaulatan yang dimilikinya. Bahkan jika yurisdiksi kriminal oleh konvensi-konvensi mengenai pembajakan pesawat udara dapat dijadikan dasar untuk menindak pelaku kejahatan tersebut. Ini berarti bahwa konvensi memberi wewenang kepada Negara-Negara untuk memperluas yurisdiksinya.
Bagikan:

Motif dan Pelaku Pembajakan Pesawat Udara

Berdasarkan data yang dapat ditemukan ternyata bahwa terdapat beberapa motif pembajakan serta pelakunya, yaitu pembajak dengan motif pribadi, pembajak dengan motif penculikan, pembajakan yang semata-mata bersifat politik disamping pembajakan yang disertai dengan ancaman kekerasan dan pembajakan yang bermotif pengungsi politik, sebagaimana diuraikan di bawah ini:

1. Pembajakan dengan motif pribadi
Pembajakan yang bermotif pribadi dapat terdiri atas berbagai alasan, seperti pembajakan yang semata-mata merupakan tindak pidana (kejahatan) biasa yang dilakukan secara pribadi dengan mengumpulkan harts bends untuk keperluan pribadi, misalnya pembajakan terhadap pesawat udara milik Trans World Airlines (TWA) bulan Juni 1970. Pembajak menuntut tebusan US $ 100.000, namun sebelum berhasil memperoleh tebusan telah ditangkap oleh FBI dan diturunkan di Bandara Udara Internasional Dulles Woshington D.C. (Evans, A.E) (1969: 695).
Pembajakan lain yang termasuk motif pribadi adalah karena sakit jiwa (mentally disturbed person), Aggrawala (1971 : 9). Demikian pula pembajakan terhadap pesawat jumbo jet All Nippon Airways (ANA). Pembajakan menuntut agar pesawat diterbangkan ke sebuah pangkalan Angkatan Udara, AS di Yokata sebelah barat Tokyo, harian Kompas 24 Juli 1999.
Motif pembajakan lain yang termasuk kategod ini adalah rindu tanah air (home sick) Fick. RL. (1969 – 1970 : 83). Pembajakan yang demikian ini banyak terjadi di Amerika Serikat dan kawasan Amerika Selatan. Arah pembajakan pada umumnya ke Cuba. Orang-orang Cuba juga pada tahun 1961 membajak dari Cuba ke Amerika Serikat, setelah beberapa waktu merasa rindu ingin kembali ke Cuba. Jenis pembajakan semacam ini tuntutannya sangat sederhana yaitu agar diantarkan ke tempat tujuannya (Cuba). Oleh karena itu, resiko untuk menangani pembajakan ini sangat kecil yaitu dengan cara memenuhi tuntutan pembajak tersebut.
Bagikan:

Sejarah Perkembangan Pembajakan Pesawat Udara

Tindakan "pembajakan" sudah dikenal sejak awal tahun Masehi, pada waktu itu pedagang atau musafir yang mengangkut barang dagangannya mempergunakan onta sebagai alat angkutan di padang pasir, mereka sering diberhentikan dan kemudian dibajak di tengah perjalanan. Akan tetapi istilah pembajakan atau pembajak pada waktu itu belum dikenal.
Istilah "pembajakan" diperkirakan muncul pada abad ke 18, di tengah jalan para pembajak merampas barang pedagang pemiliknya dengan mempergunakan lentera (lampu minyak tanah) sebagai isyarat untuk menghentikan kendaraan. Ketika kendaraan berhenti, pembajak mengambil barang-barang dagang tersebut.
Bagikan:

Istilah dan Pengertian Tindak pidana yang Membahayakan Keselamatan Penerbangan

Istilah atau sebutan "pembajakan pesawat udara" terdiri dari kata pembajakan dan pesawat udara.
Dalam hukum udara internasional kedua kata itu dirangkaikan menjadi pembajakan pesawat udara (aircraft hijacking) biasanya disingkat dengan istilah hijacking.
Menurut Time Webster Dictionary "hijack" atau highjack (pembajakan) adalah to steal by stopping a vehicle on the highway, juga to stop and steal from (a vehicle in transit).

Menurut Samuel (1997 : 165) di dalam tulisan pars penulis hukum udara internasional belum ada keseragaman dalam menggunakan istilah. Mereka ada yang menggunakan istilah aircraft hijacking, aerial hijacking, skyjacking aeral skyjacking atau aerial piracy. Bahkan menurut Martono (1987 : 143) ada yang menggunakan air bandilisme.
Bagikan:

Tindak Pidana Penerbangan

Tindak pidana penerbangan adalah tindak pidana yang dilakukan di dalam bidang penerbangan sipil, baik dilakukan :
1. Di dalam pesawat udara
Tindak pidana yang dilakukan di dalam pesawat udara, Offences and Certain Other Acts Committed on Board Aircraft
a. Tindak pidana yang dilakukan di dalam pesawat udara dalam penerbangan
b. Perbuatan tertentu lainnya yang melanggar disiplin dan tata tertib dalam pesawat yang berada dalam penerbangan (in flight)
Bagikan:

Hukum Udara Nasional Indonesia

Wilayah dirgantara adalah wilayah udara yang merupakan willayah kedaulatan negara kolong. Didalam konsepsi kedirgantaraan nasional terkandung pemahaman terhadap wilayah nasional, yaitu wilayah yang berada dibawah kedaulatan dan yurisdiksi negara yang berdimensi daratan, perairan dan dirgantara, yang batas-batasnya ditentukan berdasarkan hukum nasional dengan memperhatikan hukum internasional yang berlaku.
Secara yuridis formal wilayah kedaulatan atas ruang udara nasional belum ada peraturan perundang-undangan yang mengatur secara holistik, sampai dikeluarkannya perjanjian atau konvensi Hukum Laut PBB Tahun 1982. Sejak ditetapkannya konvensi tersebut sebagai hukum internasional dan telah diratifikasi oleh Pemerintah dengan Undang-undang No. 17 Tahun 1985.
Dalam konsep kedaulatan negara di ruang udara sebagaimana yang tercantum dalam Pasal 1 Konvensi Paris 1919, telah secara rinci dicantumkan pula pada Pasal 1 Konvensi Chicago 1944 yang berbunyi sebagai berikut :
“The Contracting State, recognize that every State has complete and exclusive souvereignity in the airspace above its territory”.
Jadi, hal pokok pada konvensi-konvensi tersebut adalah adanya ketegasan bahwa negara-negara anggota mengakui bahwa setiap negara mempunyai kedaulatan yang lengkap dan eksklusif terhadap ruang udara yang di atas wilayahnya.
Bagikan:

KONTAK

1. Email : handar_subhandi@yahoo.com 2. Facebook : Handar Subhandi 3. Twitter : @handar_subhandi 4. Researchgate : Handar Subhandi 5. Google Scholar : Handar Subhandi 6. Orcid ID : 0000-0003-0995-1593 7. Scopus ID : 57211311917 8. Researcher ID : E-4121-2017

Popular Posts

Labels

Artikel Terbaru