Sejarah Perkembangan Pembajakan Pesawat Udara

Tindakan "pembajakan" sudah dikenal sejak awal tahun Masehi, pada waktu itu pedagang atau musafir yang mengangkut barang dagangannya mempergunakan onta sebagai alat angkutan di padang pasir, mereka sering diberhentikan dan kemudian dibajak di tengah perjalanan. Akan tetapi istilah pembajakan atau pembajak pada waktu itu belum dikenal.
Istilah "pembajakan" diperkirakan muncul pada abad ke 18, di tengah jalan para pembajak merampas barang pedagang pemiliknya dengan mempergunakan lentera (lampu minyak tanah) sebagai isyarat untuk menghentikan kendaraan. Ketika kendaraan berhenti, pembajak mengambil barang-barang dagang tersebut.

Menurut Martono (1987 : 144) pembajakan pesawat udara, pertama kali terjadi pada tahun 1930, dimana seorang revolusioner Peru mengambil alih kemudi pesawat udara milik pemerintah untuk melarikan diri ke luar negeri. Sesudah peristiwa tersebut, dalam jangka waktu yang cukup lama tidak terjadi pembajakan pesawat udara. Pembajakan pesawat udara barn muncul lagi pada tahun 1947, sejak saat itu sampai tahun 1951 terjadi gelombang pembajakan pesawat udara. Dalam waktu 4 (empat) tahun 1947 – 1951 terdapat 14 kali kasus pembajakan udara balk yang berhasil maupun yang tidak berhasil gelombang pembajakan tersebut di lakukan di negara-negara komunis Eropa Timur seperti Bulgaria, Rumania, Yugoslavia, Czechooslovakia dan Polandia. Mereka melarikan diri dari negara-negara non komunis Eropa Barat.
Peristiwa pembajakan pesawat udara kedua terjadi pada tahun 1958 sampai pada tahun 1961. Pada waktu itu adalah saat-saat mulai berdirinya pemerintahan Cuba di bawah pimpinan presiders Fidel Castro, dan umumnya arah tujuan pembajak adalah dari Cuba ke Amerika Serikat. Demikian pula sebaliknya pada akhir tahun 1961, arah pembajakan adalah dari Amerika Serikat atau Amerika Latin, seperti Argentina, Brazil, Columbia, Mexico dan Venezuela menuju Havana, Cuba.
Peristiwa berikutnya adalah sekitar tahun 1967 sampai dengan tahun 1971. Pada waktu itu dapat dikatakan merupakan masa-masa krisis penerbangan sipil internasional. Pada akhir tahun 1968, dimasa konvensi Tokyo 1963, tentang "pelanggaran-pelanggaran dan tindakan-tindakan tertentu lainnya yang dilakukan dalam pesawat udara" belum berlaku, pembajakan pesawat udara merajalela di mana-mana.
Organisasi penerbangan internasional (the Intemational Civil Aviation Organization) serta organisasi-organisasi internasional lainnya baik pemerintah maupun non pemerintah menyerukan tindakan bersama pencegahan dan pemberantasan pembajakan pesawat udara, tetapi pembajakan pesawat udara bukan mereda, melainkan baik kualitatif maupun kuantitatif meningkat. Bahkan gelombang pembajakan mencapai tingkat puncaknya pada tahun 1969. Menurut Martono (1987 : 144) tercatat 70 kali pembajakan udara yang berarti pembajakan sekali dalam waktu 5 hari. Arena pembajakan beralih dari dunia barat (Amerika) ke Timur Tengah (Middle East) sasaran terutama rute Israel.
Usaha untuk menanggulangi pembajakan dalam waktu dua tahun, organisasi penerbangan sipil internasional telah mengesahkan dua bush konvensi internasional masing-masing mengenai "Pemberantasan Penguasaan Pesawat Udara Secara Melawan Hukum" yang biasa disebut "the Hague convention of 1970" dan Pemberantasan Tindakan-tindakan Melawan Hukum yang Mengancam Keselamatan Penerbangan Sipil" yang biasa disebut "Montreal convention of 1971 " namun tindakan pembajakan terns berlangsung.
Pada tanggal 6 November 1971, pembajak dengan berani membajak pesawat udara carter Boeing 747 milik Eastern Air Lines yang melakukan penerbangan dari New York ke Montreal (markas besar ICAO ). Pesawat udara tersebut mengangkut delegasi PBB yang berjumlah lebih dari 80 negara dan 18 awak pesawat udara, delegasi tersebut bermaksud menyerukan seluruh anggota ICAO agar segera merafikasi Konvensi Tokjo 1963 Konvensi Den Haag 1970, dan Konvensi Montreal 1971.
Terhadap perusahaan penerbangan di Indonesia pernah terjadi dua kali pembajakan yaitu pada tahun 1972. Terhadap pesawat Merpati Nusantara Airlines dan pada tahun 1981 terhadap pesawat Garuda Indonesia Airways, DC 9 "Woyla" sedangkan tindakan pembajakan pesawat udara belakangan ini menurut pengetahuan Penulis adalah pembajakan terhadap pesawat jumbo jet All Nippon Airways pada tanggal 23 Juli 1999, harian Kompas, 24 Juli 1999 dan Royal Air Maroc (RAM) oleh Muhamed El Quafl tanggal 25 Agustus 1999, harian Kompas, 28 Agustus 1999.
Bagikan:

No comments:

Post a Comment

KONTAK

1. Email : handar_subhandi@yahoo.com 2. Facebook : Handar Subhandi 3. Twitter : @handar_subhandi 4. Researchgate : Handar Subhandi 5. Google Scholar : Handar Subhandi 6. Orcid ID : 0000-0003-0995-1593 7. Scopus ID : 57211311917 8. Researcher ID : E-4121-2017

Popular Posts

Labels

Artikel Terbaru