Pengaturan Rezim Hukum Laut

1. Laut Teritorial dan Zona Tambahan
    Konvensi Hukum Laut 1982 merupakan kemenangan bagi negara-negara berkembang terutama negara berkembang yang mempunyai pantai (coastal state), tetapi juga konvensi memberikan hak akses kepada negara-negara yang tidak mempunyai pantai (land-locked states). Konvensi hukum Laut 1982 menetapkan bahwa setiap negara pantai mempunyai laut teritorial (teritorial sea). Laut Teritorial ini telah diatur oleh konvensi, yaitu dalam Bab II dari mulai pasal 2 sampai dengan pasal 32. Bab II Konvensi Hukum Laut 1982 berjudul “Teritorial Sea and Contigous Zone”. Berdasarkan Pasal 2 Konvensi Hukum Laut 1982 :
1. Kedaulatan suatu negara pantai, selain atas wilayah daratan dan perairan pedalamannya dan, dalam hal suatu negara kepulauan, atas perairan kepulauannya, meliputi pula suatu jalur laut yang berbatasan dengannya dinamakan laut teritorial.
2. Kedaulatan ini meliputi ruang udara di atas laut teritorial serta dasar laut dan tanah di bawahnya.
3. Kedaulatan atas laut teritorial dilaksanakan dengan tunduk pada ketentuan konvensi ini dan peraturan hukum laut dan hukum internasional.

    Adapun untuk memperjelas batas laut teritorial suatu negara maka Konvensi Hukum Laut 1982 menjelaskan luas laut teritorial suatu negara dalam :
1. Pasal 3 yaitu setiap Negara berhak menetapkan lebar laut teritorialnya hingga suatu batas yang tidak melebihi 12 mil laut, diukur dari garis pangkal yang ditentukan sesuai dengan konvensi.
2. Pasal 4 yaitu batas laut teritorial adalah garis yang jarak setiap titiknya dari titik yang terdekat dengan garis pangkal, sama dengan lebar laut teritorial.

    Dengan memperhatikan Pasal 2, Pasal 3, dan Pasal 4 Konvensi Hukum Laut 1982 maka hal ini menjelaskan bahwa suatu Negara pantai memiliki kedaulatan penuh atas laut teritorialnya dan kedaulatan penuh itu itu hanya dijalankan dalam garis pantai sejauh 12 mil, namun kedaulatan ini pun harus dilakukan sesuai dengan Konvensi Hukum Laut 1982.
Status hukum laut teritorial Indonesia adalah tunduk di bawah kedaulatan Negara Indonesia. Konsekuensi dari kedaulatan ini, bahwa segala pengaturan hukum yang berkenaan dengan pemanfaatan laut teritorial baik dalam konteks kepentingan internasional maupun kepentingan nasional yang terdapat di dalamnya tunduk pada pengaturan mutlak atas wilayah perairan, dasar laut dan tanah di bawahnya serta udara di atasnya. Tetapi sepanjang berkenaan dengan adanya hak lintas damai bagi kapal asing diatur dalam pasal 11 sampai pasal 17 UU No. 6 Tahun 1996. Namun demikian peraturan pelaksanaannya masih menggunakan peraturan yang lama yaitu, PP No.8 Tahun 1962 sebelum dibuatkan peraturan pelaksanaan yang baru untuk menggantikan peraturan lama (PP No. 8 Tahun 1962).

    Adapun mengenai zona tambahan, pasal 33 (bandingkan pasal 24 Konvensi 1958), menentukan bahwa negara pantai dalam zona tersebut dapat melaksanakan pengawasan yang diperlukan guna mencegah pelanggaran peraturan perundang-undangannya menyangkut bea cukai, fiskal, imigrasi, dan sanitasi di dalam wilayahnya atau laut teritorialnya, dan menghukum setiap pelanggar demikian. Namun demikian, zona tambahan tidak boleh melebihi 24 mil laut dari garis pangkal dari mana laut teritorial diukur.

    Pada hakekatnya status hukum dari zona tambahan tunduk pada prinsip-prinsip kebebasan di laut lepas, akan tetapi dengan adanya perkembangan hukum laut dengan diterimanya konsepsi zona ekonomi eksklusif dalam Konvensi Hukum Laut 1982, maka prinsip kebebasan lautan tidak sepenuhnya berlaku di zona tambahan. Hal ini disebabkan zona tambahan telah menjadi bagian di perairan ZEE. Namun demikian sepanjang yang menyangkut kepentingan pelayaran, status perairan zona tambahan tetap tunduk pada rezim hukum laut lepas, yang bebas dilalui oleh kapal-kapal semua negara. Dengan demikian di perairan zona tambahan ini tidak dikenal adanya ketentuan lintas damai bagi kapal asing.

2. ZEE (Zona Ekonomi Ekslusif)
    Definisi ZEE terdapat pada pasal 55 dan 57 Konvensi Hukum Laut 1982 sebagai suatu wilayah di luar dan berdampingan dengan laut teritorial diukur yang sejauh 200 mil laut yang tidak diukur dari batas terluar dari laut teritorial, namun dalam pelaksanaan hak-hak terhadap kedua wilayah tersebut berbeda, negara pantai memiliki kedaulatan penuh terhadap laut teritorial tetapi diukur dari garis pangkal laut teritorial di luar laut teritorial tetapi berbatasan dengannya, untuk ZEE Negara pantai hanya mempunyai hak-hak berdaulat atas ZEE untuk tujuan eksploitasi, eksplorasi, konservasi, dan pengelolaan sumber daya hayati maupun non hayati.

3. Landas Kontinen
    Landas Kontinen adalah dasar laut dan tanah di bawahnya yang merupakan dearah di bawah permukaan laut yang berada pada pinggir terluar dari tepian kontinen (continental margin). Beberapa ketentuan tambahan tentang landas kontinen adalah sebagai berikut:
1. Apabila batas terluar tepian kontinen berjarak kurang dari 200 mil dari garis pangkal batas landas kontinen ditetapkan sampai 200 mil laut dari garis pangkal.
2. Apabila pinggir terluar tepian kontinen berjarak lebih dari 200 mil dari garis pangkal, maka batas landas kontinen ditetapkan maksimal 350 mil dari garis pangkal atau 100 mil laut dari batas kedalaman isobath 2.500 meter.
Sebagaimana ZEE, Indonesia juga memiliki hak berdaulat untuk eksplorasi dan eksploitasi sumber daya alam yang terkandung di landas kontinen.

4. Laut Lepas
    Sudah merupakan suatu ketentuan yang berasal dari hukum kebiasaan bahwa permukaan laut dibagi atas beberapa zona dan paling jauh dari pantai dinamakan laut lepas (laut internasional). Pasal 2 Konvensi Geneva 1958 mengatakan bahwa laut lepas harus terbuka bagi semua Negara. Tidak ada satu Negara pun yang boleh meng-klaim laut lepas sebagai bagian dari wilayah kedaulatan negaranya. Di laut lepas ada kebebasan untuk berlayar, menangkap ikan, meletakkan kabel-kabel bawah laut dan pipa-pipa sejenis serta kebebasan untuk terbang melalui ruang udara di atas laut lepas tersebut. Sedangkan pasal 86 Konvensi PBB tentang Hukum Laut menyatakan bahwa :
“Laut lepas merupakan semua bagian dari laut yang tidak termasuk dalam zona ekonomi eksklusif, laut teritorial atau perairan pedalaman suatu Negara pantai, atau perairan kepulauan suatu Negara kepulauan”.

    Adapun prinsip hukum yang mengatur rezim laut lepas adalah prinsip kebebasan. Oleh karena itu, prinsip ini mempunyai pengaruh langsung terhadap status hukum kapal-kapal yang berlayar di laut lepas. Namun prinsip kebebasan ini harus pula dilengkapi dengan tindakan-tindakan pengawasan, karana kebebasan tanpa pengawasan dapat merusak kebebasan itu sendiri.
Bagikan:

No comments:

Post a Comment

KONTAK

1. Email : handar_subhandi@yahoo.com 2. Facebook : Handar Subhandi 3. Twitter : @handar_subhandi 4. Researchgate : Handar Subhandi 5. Google Scholar : Handar Subhandi 6. Orcid ID : 0000-0003-0995-1593 7. Scopus ID : 57211311917 8. Researcher ID : E-4121-2017

Popular Posts

Labels

Artikel Terbaru