Indonesia Sebagai Negara Kepulauan

Konsepsi Nusantara yang bertujuan untuk menjamin kepentingan nasional dari berbagai aspek, terutama dari aspek keutuhan wilayah Indonesia. Selanjutnya, wilayah Republik Indonesia merupakan paduan tunggal yang tidak dapat dipisah-pisahkan antara daratan dan lautan serta udara di atasnya. Konsepsi baru ini kemudian diperkokoh dengan Undang-undang No. 4 Prp. 1960. Jadi, dengan ketentuan umum baru ini, “seluruh kepulauan dan perairan Indonesia adalah suatu kesatuan dimana badan air (water column) dasar laut, lapisan tanah di bawahnya, ruang udara di atasnya serta seluruh kekayaan alamnya berada di bawah kedaulatan Indonesia”.

Berdasarkan pasal 46 Konvensi Hukum Laut 1982:
1. Negara kepulauan berarti suatu negara yang seluruhnya terdiri dari satu atau lebih kepulauan dan dapat mencakup pulau-pulau lain.
2. Kepulauan berarti suatu gugusan pulau termasuk bagian pulau, perairan di antaranya dan lain-lain wujud alamiah yang hubungannya satu sama lainnya demikian eratnya sehingga pulau-plau, perairan dan wujud alamiah lainnya itu merupakan suatu kesatuan geografi, ekonomi dan politik yang hakiki, atau yang secara historis di anggap sebagai demikian.

Sebagaimana diatur dalam Konvensi Hukum Laut 1982, garis pangkal kepulauan diatur pada pasal 47 yang menyatakan bahwa :
1. Suatu negara kepulauan dapat menarik garis pangkal lurus kepulauan yang menghubungkan titik-titik terluar pulau-pulau dan karang kering terluar kepulauan itu, dengan ketentuan bahwa di dalam garis pangkal demikian termasuk pulau-pulau utama dan suatu daerah di mana perbandingan antara daerah perairan dan daerah daratan, termasuk atol adalah satu antara berbanding satu dan Sembilan berbanding satu.
2. Panjang garis pangkal demikian tidak melebihi 100 mil laut, kecuali bahwa hingga 3% dari jumlah seluruh garis pangkal yang mengelilingi setiap kepulauan dapat melebihi kepanjangan tersebut, hingga pada suatu kepanjangan maksimum 125 mil laut.
3. Penarikan garis pangkal demikian tidak boleh menyimpang terlalu jauh dari konfigurasi umum kepulauan tersebut.
4. Garis pangkal demikian tidak boleh ditarik ke dan dari elevasi surut, kecuali apabila di atasnya telah dibangun mercu suar atau instalasi serupa yang secara permanen berada di atas permukaan laut atau apabila elevasi surut tersebut terletak seluruhnya atau sebagian pada suatu jarak yang tidak melebihi lebar laut teritorial dari pulau yang terdekat.
5. Sistem garis pangkal demikian tidak boleh diterapkan oleh suatu Negara kepulauan dengan cara yang demikian rupa sehingga memotong laut teritorial Negara lain dari laut lepas atau zona ekonomi eksklusif.
6. Apabila suatu bagian perairan kepulauan suatu Negara kepulauan terletak di antara dua bagian suatu Negara tetangga yang langsung berdampingan, hak-hak yang ada dan kepentingan-kepentingan sah lainnya yang dilaksanakan secara tradisional oleh Negara yang di sebut terakhir di perairan demikian, serta segala hak yang ditetapkan dalam perjanjian antara Negara-negara tersebut akan tetap berlaku dan harus dihormati.
7. Untuk maksud menghitung perbandingan perairan dengan daratan berdasarkan ketentuan ayat 1, daerah daratan dapat mencakup di dalamnya perairan yang terletak di dalam tebaran karang pulau-pulau dan atol, termasuk bagian plateau oceanic yang bertebing curam yang tertutup oleh serangkaian pulau batu gamping dan karang kering di atas permukaan laut yang terletak di sekeliling plateau tersebut.
8. Garis pangkal yang ditarik sesuai dengan ketentuan pasal ini, harus dicantumkan pada peta dengan skala atau skala-skala yang memadai untuk menegaskan posisinya. Sebagai gantinya, dapat dibuat daftar koordinat geografis titik-titik yang secara jelas memerinci data geodetic.
9. Negara kepulauan harus mengumumkan sebagaimana mestinya peta atau daftar koordinat geografis demikian dan harus mendepositkan satu salinan setiap peta atau daftar demikian pada Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa.

Untuk status hukum perairan kepulauan, ruang udara atas perairan kepulauan dan dasar laut serta tanah di bawahnya diatur dalam pasal 49 Konvensi Hukum Laut 1982, yaitu:
1. Kedaulatan suatu negara kepulauan meliputi perairan yang ditutup oeh garis pangkal kepulauan, yang ditarik sesuai dengan ketentuan pasal 47, disebutt sebagai perairan kepulauan tanpa memperhatikan kedalaman atau jaraknya dari pantai.
2. Kedaulatan ini meliputi ruang udara di atas perairan kepulauan, juga dasar laut dan tanah di bawahnya, dan sumber daya alam yang terkandung didalamnya.
3. Kedaulatan ini dilaksanakan sesuai dengan ketentuan Bab ini.
4. Rezim lintas alur laut kepulauan yang ditetapkan dalam Bab ini bagaimanapun juga tidak boleh mempengaruhi status perairan kepulauan, termasuk alur laut, atau pelaksanaan kedaulatan oleh negara kepulauan atas perairan demikian dan ruang udara, dasar laut dan tanah di bawahnya, serta sumber kekayaan yang terkandung di dalamnya.
Bagikan:

No comments:

Post a Comment

KONTAK

1. Email : handar_subhandi@yahoo.com 2. Facebook : Handar Subhandi 3. Twitter : @handar_subhandi 4. Researchgate : Handar Subhandi 5. Google Scholar : Handar Subhandi 6. Orcid ID : 0000-0003-0995-1593 7. Scopus ID : 57211311917 8. Researcher ID : E-4121-2017

Popular Posts

Labels

Artikel Terbaru