Pertama, Statuta
Roma menganut prinsip non-reservasi.
Pasal tersebut menyatakan bahwa apabila suatu negara menyetujui untuk terikat dengan Statuta Roma dan menjadi pihak dari statuta ini maka Negara harus menerima dan melaksanakan semua ketentuan dalam Statuta Roma tanpa kecuali. Ketentuan ini bermaksud untuk menghindari penyimpangan dan tidak sampainya tujuan yang dimaksud dalam pembuatan Statuta. Dengan adanya prinsip tersebut maka ketika Indonesia melakukan upaya untuk menjadi negara pihak dari Statuta Roma maka Indonesia melakukan penundukan diri untuk masuk dalam rezim yurisdiksi ICC, walaupun ICC hanya bersifat komplementer dengan mendahulukan hukum nasional.
Indonesia sebagai
negara yang menganut paham
dualisme, maka dengan begitu pemberlakuan
perjanjian internasional khususnya
Statuta Roma dalam hukum nasional Indonesia
tidak serta merta walaupun telah terjadi
ratifikasi. Perjanjian internasional harus ditransformasikan
menjadi hukum nasional dalam
bentuk peraturan perundang-undangan. Perjanjian
internasional sesuai dengan UU No. 24
tahun 2000, diratifikasi melalui undangundang dan keputusan presiden. Undangundang ratifikasi
tersebut tidak serta merta menjadi
perjanjian internasional menjadi hukum
nasional Indonesia, undang-undang ratifikasi
hanya menjadikan Indonesia sebagai negara
terikat terhadap perjanjian internasional tersebut.
Untuk perjanjian internasional tersebut
berlaku perlu dibuat undang-undang yang
lebih spesifik mengenai perjanjanjian internasional
yang diratifikasi. Oleh karena itu, nantinya
ketika Indonesia telah menjadi negara pihak
dari Statuta Roma, maka Statuta Roma harus
diturunkan dulu dalam bentuk Undangundang baru
dapat diberlakukan di Indonesia. Keterikatan
Indonesia dengan Statuta Roma nantinya,
tidak hanya memberikan kewajiban-kewajiban
hukum bagi Indonesia.
Keterikatan
Indonesia dengan Statuta Roma melalui
proses aksesi, akan memberikan banyak manfaat
bagi kepentingan Indonesia selaku negara
yang ikut terlibat aktif dalam pergaulan internasional.
Dengan menjadi negara pihak dari
Statuta Roma maka manfaat yaang akan timbul
antara lain Pertama, Negara Indonesia akan
dipandang sebagai negara yang berperan serta
aktif dalam politik internasional. Dengan demikian
maka nilai Indonesia di masyarakat Internasional
akan naik dan juga banyak kerjasama
Internasional khususnya di bidang penegakan
hukum dapat dicapai oleh negara Indonesia.
Kedua, keikutsertaan
Indonesia tersebut dapat
menunjang pelaksanaan politik luar negeri,
khususnya dalam rangka mewujudkan keamanan
dan ketertiban dunia. ICC merupakan pengadilan
Internasional yang dibentuk dalam rangka
memelihara perdamaian dan keamanan. Hal
tersebut secara eksplisit tercantum dalam Paragraf
Ketiga Pembukaan Statuta Roma menyatakan
bahwa kejahatan terhadap kemanusiaan
merupakan ancaman terhadap perdamaian,
keamanan dan keselamatan dunia. Sehingga
membutuhkan perhatian masyarakat internasional
secara keseluruhan dan perlunya tindakan
nasional dengan mengupayakan kerja
sama internasional. Dengan meratifikasi Statuta
Roma, maka Indonesia dapat melakukan
perannya sebagai bagian dari dunia internasional.
Ketiga dengan
menjadi negara pihak dari Statuta
Roma maka Indonesia turut berperan
aktif dalam upaya penghapusan impunitas
terhadap pelanggaran HAM berat sebagai
pencegahan agar pelanggaran HAM berat
tidak terulang kembali. Pada umumnya penegakan
hukum atas pelaku pelanggaran HAM berat
merupakan pengadilan yang diadakan
secara tebang pilih, yang artinya tidak semua
pelanggaran HAM berat diadili dan dimintai
pertanggungjawban secara hukum atas pelanggaran
HAM berat yang dilakukannya. Hal
tersebut kemudian akan terus berlanjut sehingga
pelaku pelanggaran berat HAM merasa mendapatkan
posisi yang aman walaupun telah melakukan
kejahatan yang sangat meresahkan. Dengan
menghukum pelaku pelanggaran HAM
berat yang biasanya dilindungi oleh rezim
pemerintah yang berkuasa melalui proses peradilan
yang adil maka akan menimbulkan efek
jera bagi orang lain sehingga pelanggaran HAM
berat tidak lagi terjadi di Indonesia.
Keempat setelah
menjadi negara pihak dan mengadopsi
ketentuan yang terdapat dalam Statuta
Roma, laju pengembangan hukum
nasional akan terdorong, khususnya di
bidang HAM dan hukum pidana. Karena ketika
menjadi negara pihak dari Statuta Roma maka
ICC akan memberikan pendampingan dalam
pembangunan hukum nasional karena tujuan
dari dibentuknya ICC adalah untuk mengefektifkan
hukum nasional dalam memerangi
pelanggaran HAM berat. Dengan menjadi
negara pihak dari ICC Indonesia dengan
mudah menyesuaikan substansisubstansi yang
ada dalam Statuta Roma ke dalam hukum pidana di Indonesia sehingga tujuan untuk melakukan perlindungan HAM bagi warga negara Indonesia dapat tercapai dengan mudah.
Rencana ratifikasi Statuta Roma oleh Indonesia
pada dasarnya telah ada sejak tahun 2004. Saat itu Pemerintah
Indonesia telah
mencantumkan persiapan pengadopsian Statuta Roma kedalam hukum nasional melalui
Ran HAM 2004-2009. Setelah itu Pemerintah Indonesia juga mencantumkan persiapan
yang sama dalam Ran HAM periode selanjutnya, yaitu 2009-2014 tentang
Statuta Roma.
Rencana tersebut nyatanya sampai saat ini belum juga. Pada Mei 2013,
Pemerintah Indonesia
mengeluarkan pernyataan yang menyatakan bahwa akan mengkaji ulang
usulan ratifikasi
Statuta Roma atas dasar kesepakatan beberapa kementerian terkait.
Posisi Indonesia yang sampai saat ini belum menjadi negara pihak dari Statuta Roma
berdasarkan beberapa kekhawatiran, dalam pembahasan telah terbukti
tidak beralasan,
karena ICC menganut prinsip Non- Retroaktif,
Prinsip Komplementer, dan tidak ada
satu syaratpun dalam Statuta Roma yang mensyaratkan hukum nasional harus siap terlebih
dahulu sebelum menjadi negara pihak dari Statuta Roma. Karena dalam kenyataannya ketika
sebuah negara telah menjadi negara pihak dari Statuta Roma, maka negara
tersebut akan diberikan
pendampingan untuk melakukan efektivitas hukum nasionalnya, karena
ICC lebih
mendahulukan penggunaan yurisdiksi nasional dibandingkan dengan
yurisdiksi ICC.
Ketika Indonesia menjadi negara pihak dari
Statuta Roma efek yang ditimbulkan oleh kondisi tersebut tidak hanya
memunculkan kewajiban-kewajiban
hukum bagi Indonesia, efek lain yang muncul sebagai manfaat
bagi Indonesia
setelah menjadi Negara pihak dari Statuta Roma. Manfaat tersebut
antara lain:
1.
keikutsertaan Indonesia sebagai negara pihak dari Statuta Roma dapat menjadikan Indonesia sebagai negarta yang dianggap berperan aktif dalam perpolitikan internasional.
2.
keikutsertaan Indonesia tersebut dapat menunjang pelaksanaan politik luar
negeri, khususnya dalam rangka mewujudkan keamanan dan ketertiban dunia;
3.
dengan menjadi negara pihak dari statuta Roma maka Indonesia turut berperan aktif dalam upaya penghapusan impunitas terhadap pelanggaran HAM berat sehingga menimbulkan efek jera baik bagi pelaku maupun orang yang berpotensi melakukan pelanggaran HAM berat.
4.
ratifikasi Statuta Roma pada gilirannya
juga akan mendorong pengembangan hukum nasional, khususnya di bidang HAM dan hukum pidana.
No comments:
Post a Comment