Hukum bekerja dengan paksaan yang ditandai dengan adanya sanksi yang tegas, jelas/pasti dan tersedianya alat perlengkapan untuk menerapkannya, sedangkan kesusilaan dengan kekuatan batin (bila ada sanksi dari masyarakat, tidak diatur dengan pasti, jelas dan tidak tersedia alat perlengkapan pendukungnya). Hukum dan masyarakat yang merupakan jalinan lingkaran inilah yang kemudian melahirkan suatu pemikiran dan pemahaman tentang hukum, ilmu hukum dan kaidah-kaidah hukum.
Menurut Satjipto Rahardjo Ilmu hukum adalah:
Hukum Pidana termasuk dalam hukum publik. Menurut Simorangkir,hukum pidana ada 2 pengertian. Pengertian secara obyektif dan subyektif:
1 Hukum pidana (subyektif), semua larangan atau perintah, yang mengakibatkan dijatuhkannya suatu penderitaan atau siksaan sebagai hukuman oleh negara kepada siapa saja yang melanggarnya. Hukum ini juga disebut hukum pidana positif (ius peonale)
2 Hukum pidana obyektif dalam arti luas meliputi hukum pidana materiil (memuat uraian tindak pidana, siapa yang dapat dihukum, besarnya hukuman) dan hukum pidana formil (cara mempertahankan dan melaksanakan hukum pidana materiil), dalam arti sempit hanya hukum pidana materiil saja.
Hukum pidana menurut C.S.T. Kansil adalah:
Hukum yang mengatur pelanggaran-pelanggaran dan kejahatan-kejahatan terhadap kepentingan umum, perbuatan yang diancam dengan hukuman yang merupakan suatu penderitaan atau siksaan, selanjutnya ia menyimpulkan bahwa hukum pidana itu bukanlah suatu hukum yang mengandung norma-norma baru, melainkan hanya mengatur pelanggaran-pelanggaran dan kejahatan-kejahatan terhadap norma-norma hukum mengenai kepentingan umum.
Sedangkan menurut Simons Hukum Pidana adalah:
a. Keseluruhan larangan atau perintah yang oleh Negara diancam dengan nestapa yaitu suatu “pidana” apabila tidak ditaati;
b. Keseluruhan peraturan yang menetapkan syarat-syarat untuk penjatuhan pidana dan;
c. Keseluruhan ketentuan yang memberikan dasar untuk penjatuhan dan penetapan pidana.
Menurut Van Hamel hukum pidana adalah keseluruham dasar dan aturan yang dianut oleh Negara dalam kewajibannya untuk menegakkan hukum, yakni dengan melarang apa yang bertentangan dengan hukum (onrecht) dan mengenakan suatu nestapa (penderitaan) kepada yang melanggar larangan tersebut.
Hukum pidana didefinisikan oleh Mezger sebagai aturan hukum, yang mengikat kepada suatu perbuatan yang memenuhi syarat-syarat tertentu suatu akibat yang berupa pidana. Yang dimaksud dengan perbuatan yang memenuhi syarat-syarat tertentu adalah perbuatan yang dilakukan oleh orang yang memungkinkan adanya pemberian pidana. Perbuatan semacam itu dapat disebut perbuatan yang dapat dipidana atau perbuatan jahat (Verbrechen atau crime). Dalam perbuatan jahat, harus ada orang yang melakukannya maka persoalan tentang perbuatan tertentu itu diperinci menjadi dua, ialah perbuatan yang dilarang dan orang yang melanggar larangan itu. Yang dimaksud dengan pidana ialah penderitaan yang sengaja dibebankan kepada orang yang melakukan perbuatan yang memenuhi syarat-syarat tertentu itu.
Hukum pidana dapat dibagi menjadi hukum pidana umum dan hukum pidana khusus (algemeen en byzonder strafrecht). Hukum pidana umum memuat aturan-aturan hukum pidana yang berlaku bagi setiap orang. Aturan-aturan ini misalnya terdapat dalam KUHP, Undang-undang Lalu Lintas dan sebagainya. Hukum pidana khusus memuat aturan-aturan hukum pidana yang menyimpang dari hukum pidana umum, ialah mengenai golongan-golongan tertentu atau berkenaan dengan jenis-jenis perbuatan tertentu.
Yang termasuk hukum pidana khusus, misalnya:
a. Hukum pidana tentara, yang hanya berlaku untuk anggota tentara dan yang dipersamakan
b. Hukum pidana fiskal, yang memuat delik-delik yang berupa pelanggaran aturan-aturan pajak (fiscus berarti Bendaharawan Negara)
c. Hukum pidana ekonomi, yang memuat aturan-aturan mengenai pelanggaran-pelanggaran ekonomi
Pemahaman secara umum dan sederhana dari beberapa pendapat tersebut, bahwa hukum pidana memuat peraturan-peraturan yang mengandung keharusan dan larangan terhadap pelanggarnya yang diancam dengan hukuman berupa siksa badan. Hukum pidana menentukan perbuatan-perbuatan yang tidak boleh dilakukan, yang dilarang, dengan disertai ancaman berupa sanksi pidana tertentu bagi yang melanggar larangan tersebut, dan dalam hal apa kepada mereka yang melanggar larangan-larangan itu dapat dikenakan atau dijatuhi pidana sebagaimana yang telah diancamkan, juga menentukan bagaimana pengenaan pidana itu dapat dilaksanakan apabila orang yang disangkakan telah melanggar larangan tersebut.
No comments:
Post a Comment