Dalam nomenklatur hukum
internasional, kedaulatan negara menjadi diktum primer yang demikian penting.
Tiap-tiap negara di dunia diakui eksistensinya berkat kedaulatan yang dimiliki
oleh negara-negara tersebut. Jika dikatakan bahwa suatu negara berdaulat, maka
yang dimaksud adalah bahwa negara itu mempunyai suatu kekuasaan tertinggi
terhadap wilayah tertentu. Kekuasaan tertinggi terhadap wilayah tertentu
sebangun dengan kewenangan negara untuk menerapkan hukum di wilayah tertentu
yang dikuasainya, yang disebut sebagai yurisdiksi.
Wilayah atau ruang yang
berbatas adalah unsur penting yang mesti dimiliki oleh suatu negara. Tanpa
mempunyai wilayah tertentu, sebuah negara hanya nonsens belaka. Sebab, terhadap
dan melalui wilayahlah negara menegakkan kekuasaan tertingginya: menjalankan yurisdiksi
dan menerapkan hukum nasionalnya. Wilayah selama ini dipahami dalam tiga
dimensi, yaitu wilayah daratan, lautan, dan ruang udara.
Dengan demikian, dapat
juga dikatakan bahwa kedaulatan negara dibatasi oleh tiga dimensi tersebut. Perkembangan
sains dan teknologi telah menyebabkan berbagai perubahan di bidang politik,
ekonomi, sosial, dan budaya. Salah satu perkembangan sains dan teknologi yang
tengah melaju dengan sangat pesat adalah perkembangan di bidang teknologi
informasi. Itu, antara lain, ditandai dengan kelahiran internet, yang secara
keilmuan disebut sebagai ruang-maya (cyberspace). Dimensi kedaulatan
negara pun meluas: tidak lagi terdiri dari wilayah daratan, lautan, dan
ruang-udara, melainkan juga ruang-maya.Ruang-maya yang tercitra dari internet
telah menciptakan suatu rezim hukum baru yang dikenal dengan hukum internet (the
law of the internet), hukum ruang-maya (cyberspace law), atau hukum
telematika.
Sesuatu yang menarik
dari UU ITE adalah dalam hal dirumuskannya Pasal 2 yang menyebutkan bahwa UU
ITE berlaku untuk setiap orang yang melakukan perbuatan hukum, baik yang berada
di wilayah hukum Indonesia maupun di luar wilayah hukum Indonesia, yang
memiliki akibat hukum di wilayah hukum Indonesia dan/atau di luar wilayah hukum
Indonesia dan merugikan kepentingan Indonesia. Redaksi yang kurang-lebih serupa
juga terdapat dalam Pasal 37 yang menyatakan bahwa “Setiap Orang dengan sengaja
melakukan perbuatan yang dilarang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 sampai
dengan Pasal 36 di luar wilayah Indonesia terhadap Sistem Elektronik yang
berada di wilayah yurisdiksi Indonesia.”Dengan membaca kedua pasal tersebut
dapat ditarik kesimpulan bahwa yurisdiksi UU ITE tidak hanya berlaku pada
wilayah kedaulatan Indonesia, melainkan juga di luar Indonesia. Dengan kata
lain, Pasal 2 dan Pasal 37 UU ITE telah melampaui (ekstra) asas yurisdiksi
teritorial.
Oleh karena itu
ketiaktentuan geografi menjadi relevan disandingkan dengan kedaulatan. Mengingat
kedaulatan merupakan batasan tentang keberlakuan kekuasaan maka kedaulatan itu memiliki sifat kepastian. Globalisasi
kontemporer yang timbul berkat perkembangan teknologi informasi semenjak
penemuan internet telah bermetamorfosis menjadi suatu rezim hukum baru dengan
elemen yang berbeda dari rezim hukum konvensional. Semenjak rezim hukum baru
seperti ruang maya tercipta dengan bergandengan tangan bersama globalisasi kontemporer,
negara pun merasa perlu untuk hadir dalam rangka menegakkan hukumnya. Gagasan
kedaulatan negara yang secara tradisional hanya terbatas pada aspek teritorialitas
(darat, laut, dan ruang-udara) kini berkembang menjadi ekstrateritorialitas (ruang-maya)
dengan jangkauan hukum yang tidak terbatas. Kedaulatan negara di ruang-maya adalah
sebentuk hasrat negara untuk memperluas wilayah dan menegakkan hukumnya hingga
batas yang sejauh-jauhnya. Untuk menegakkan kedaulatan di ruang-maya melalui
satu konstruksi hukum, negara perlu memahami arsitektur internet. Negara harus
mengetahui siapa yang diatur, di mana dia atau mereka, dan apa yang dia atau
mereka lakukan. Pemahaman semacam itu merupakan pemahaman yang berorientasi
kepada masyarakat pengguna internet itu sendiri sehingga negara dapat mengatur
dan menegakkan kedaulatannya di ruang maya.
No comments:
Post a Comment