Latar belakang pembentukan ICC
tidak dapat dilepaskan dari sejarah pembentukan mahkamah-mahkamah kejahatan
internasional sebelumnya. Sejarah yang pertama adalah pembentukan
mahkamah kejahatan internasional pasca Perang Dunia Kedua, yaitu
International Military Tribunal (IMT) atau dikenal sebagai Nuremberg
Tribunal pada tahun 1945 dan International Military Tribunal for the Far
East (IMTFE) pada 1946.
Pembentukan IMT didasarkan pada
inisiatif sekutu yang memenangkan perang untuk mengadili para pemimpin
Nazi-Jerman, baik sipil maupun militer, sebagai penjahat perang dengan
terlebih dahulu dituangkan dalam London Agreement tanggal 8 Agustus 1945.
Sedangkan IMTFE dibentuk berdasarkan Proklamasi Panglima Tertinggi
Tentara Sekutu Jenderal Douglas MacArthur pada 1946. Kedua mahkamah memiliki
persaman dan perbedaan. Persamaan keduanya adalah bahwa charter
IMTFE merupakan hasil adopsi dari IMT. Selain itu, semangat dari pembentukan
kedua mahkamah kejahatan internasional itu didasari oleh kedudukan
sekutu sebagai pemenang dalam Perang Dunia Kedua, Sedangkan
perbedaannya adalah sekalipun kedua charter memiliki content yang
sama, dalam perangkat dan proses persidangannya sangat berbeda
jauh. Sehingga, menghasilkan perbedaan yang cukup signifikan menyangkut
putusan persidangan. Pada IMT, terdapat beberapa terdakwa yang
diputus bebas, tetapi pada IMTFE tidak seorang pun lolos dari hukuman.
Perbedaan lainnya terletak pada dasar hukum dari pembentukannya. Pada
IMT, seluruh pemimpin Nazi-Jerman duduk di kursi pesakitan,
sedangkan pada IMTFE, Kaisar Hirohito selaku pemimpin tertinggi
Jepang tidak disentuh sama sekali. Ini disebabkan deal antara Pemerintah
Jepang dengan Sekutu, dalam hal ini Amerika Serikat, untuk tidak mengganggu eksistensi
Hirohito sebagai pemegang kedaulatan tertinggi
Jepang. Berdasarkan perbedaan tersebut dapat disimpulkan bahwa kedua mahkamah tersebut tidak memiliki
sifat independent dan impartial.
Catatan sejarah yang kedua adalah pembentukan mahkamah kejahatan internasional setelah usai
perang dingin, yaitu International Criminal
Tribunal for fomer Yugoslavia (ICTY) dan International Criminal Tribunal for Rwanda (ICTR). Kedua mahkamah
ini juga memiliki persamaan dan
perbedaan. Persamaannya, kedua mahkamah dibentuk oleh lembaga yang sama, yaitu DK PBB melalui sebuah
resolusi. Sedangkan perbedaannya
adalah, pembentukan ICTY merupakan hasil dari evaluasi masyarakat internasional melalui DK PBB terhadap pelanggaran HAM berat yang terjadi di bekas Yugoslavia.
Pembentukannya sendiri tidak mendapatkan
dukungan, terutama dari “Yugoslavia baru” yang terdiri dari Serbia dan Montenegro. Meskipun terdapat kemajuan yang pesat dari kedua mahkamah kejahatan
internasional pasca Perang Dunia Kedua,
kedua mahkamah tersebut masih memiliki keterbatasan. Di antaranya, kurangnya pelaksanaan undang-undang—khususnya kerjasama dengan negara di mana
pelanggaran HAM berat berlangsung— ,
tidak bisa menghentikan konflik yang sedang berlangsung, serta jangkauan dari penuntutan tergantung dari
kategori konflik yaitu konflik internal
atau internasional.
Belajar dari sejarah pembentukan 4 mahkamah sebelumnya yang kesemuanaya ad hoc serta memiliki berbagai
kelemahan sebagaimana telah dikemukakan
di atas maka keinginan untuk memiliki mahkamah yang permanen semakin dirasakan sebagai kebutuhan yang sudah tak bisa ditawar lagi. Lembaga yang permanen
seperti ICC diharapkan lebih memberikan
efisiensi dan efektifitas penegakan hukum terhadap kejahatan-kejahatan internasional. Pasca operasional ICC diharapkan setiap kejahatan internasional yang masuk
yurisdiksi ICC segera dapat diadili
tanpa harus menunggu pembentukan pengadilan baru, statuta baru, termasuk penunjukan aparat-aparat
penegak hukumnya. Pembentukan pengadilan-pengadilan ad hoc dalam kasus-kasus sebelumnya selalu memakan waktu, biaya dan
tenaga yang tidak sedikit.
Kedudukan ICC dalam masyarakat internasional adalah sebagai international order. Hal ini terlihat dari
tujuan dari international order, yaitu mewujudkan
tujuan-tujuan dari masyarakat internasional yang bersifat mendasar, utama dan universal terdiri dari
menjaga rasa aman para anggotanya
dari kekerasan yang sewenang-wenang dengan membatasi kekerasan (menggambarkan jaminan penghormatan HAM dan penegakan hukum), pentaatan terhadap perjanjian
(menggambarkan prinsip resiprositas),
dan jaminan penghormatan terhadap hak milik (mengambarkan
prinsip pengakuan terhadap kedaulatan negara). ICC dianggap sebagai sebuah order karena dibentuk oleh masyarakat internasional. Tujuannya, sebagai
sarana penegakan hukum internasional dan
penghormatan terhadap HAM serta pencegahan praktek impunity terhadap pelanggaran HAM berat
oleh aktor negara-bangsa.
No comments:
Post a Comment