1. Hukum Kebiasaan
Dahulu Pengaturan hukum laut hanya
seputar penggunaan laut tidak pada perlindungan lingkungan laut. Pada tahun
1972 lahirlah sebuah deklarasi yang memerintahkan pertanggung jawaban negara
yang merusak lingkungan yaitu Deklarasi Stockholm. Pada Prinsip 21 menyatakan
bahwa: Negara memiliki tanggung jawab untuk memastikan bahwa kegiatan dalam
yurisdiksi atau kontrol mereka tidak menyebabkan kerusakan pada lingkungan
negara lain atau kawasan di luar batas yurisdiksi nasional.
Dalam hukum kebiasaaan dikenal istilah
“sic utere tuo ut alienum non laedas” ( gunakan propertimu dengan tidak melukai
orang lain). Namun demikian, tampak fungsi aturan “sic utere tuo ut alienum non
laedas” sangat terbatas. Aturan ini tidak relevan dengan perlindungan kawasan
di luar yurisdiksi nasional, seperti laut lepas dan wilayah udara di atas
wilayah laut serta ruang ekstra-terestrial. Dalam hal ini, aturan ini tidak
bisa menangani pencegahan pencemaran laut yang berada di luar yurisdiksi
nasional dari Negara pantai.
Aturan yang relevan lain mungkin
melibatkan kewajiban mengenai penyalahgunaan hak. aturan ini secara eksplisit
terkandung dalam Pasal 300 dari LOSC: Negara-negara Pihak harus memenuhi itikad
baik kewajiban diasumsikan berdasarkan Konvensi ini dan memiliki hak,
yurisdiksi dan kebebasan yang diakui dalam Konvensi ini dengan cara yang tidak
akan merupakan suatu penyalahgunaan hak.
Sesuai dengan kewajiban ini, pencemaran
laut adalah ilegal jika begitu berlebihan bahwa kepentingan Negara lain secara
tidak proporsional terpengaruh. Namun, tampaknya sulit untuk menetapkan
kriteria objektif untuk mengidentifikasi adanya penyalahgunaan hak. Dalam kasus
apapun, konsep penyalahgunaan hak bukan aturan substantif perlindungan
lingkungan. Oleh karena itu aturan yang lebih spesifik yang mengatur pencemaran
laut yang diperlukan di tingkat perjanjian.
2. Hukum perjanjian
Sampai saat ini, banyak perjanjian yang
mengatur pencemaran laut. Mengenai praktik perjanjian, tiga pendekatan dasar
dapat diidentifikasi.
Pendekatan pertama adalah pendekatan sumber-spesifik.
Pendekatan ini berusaha untuk mengatur dan mengendalikan sumber tertentu atau
substansi pencemaran laut, seperti polusi dari kapal, atau zat tertentu,
seperti minyak. Pendekatan kedua adalah
pendekatan regional yang bertujuan untuk mengatur pencemaran laut di wilayah
tertentu. Pendekatan ketiga adalah pendekatan sumber-spesifik daerah, yang
menggabungkan pendekatan sumber-spesifik dengan pendekatan regional.
B.
Perlindungan
Lingkungan laut oleh LOSC
Saat ini terdapat kerangka hukum yang bertujuan
untuk melindungi dan melestarikan lingkungan laut dimana dalam pelaksanaannya
terdiri atas 3 bagian yaitu:
1)
Secara
Umum dan kelengkapan
Pada pasal 192-194 telah memberikan
penjelasan bahwa negara-negara yang tadinya bebas menggunakan lautan untuk kegiatan
apa saja, menjadi berkewajiban untuk mencegah terjadinya pencemaran lingkungan
baik pada laut yang berada di dalam yurisdiksinya maupun laut yang berada
diluar yurisdiksinya. LOSC sendiri tidak fokus kepada mencari negara yang bertanggung jawab akibat kerusakan lingkungan
namun lebih kepada langkah-langkah pencegahan kerusakan lingkungan laut itu
sendiri.
2)
Keseragaman
Aturan
Di LOSC telah melakukan inovasi terkait
keseragaman aturan terkait pencemaran lingkungan. Keseragaman aturan ini
didorong agar standarisasi pencemaran lingkungan laut berjalan beriringan
dengan standarisasi internasional. Oleh karena itu aturan referensi terkait
pencemaran lingkungan sangat menjadi patokan dalam setiap kegiatan di lautan.
Dalam hal ini setiap negara harus mengadopsi aturan-aturan terkait pencegahan,
pengurangan dan kontrol terhadap segala bentuk pencemaran lingkungan laut
sesuai dengan standar atau aturan global.
Aturan-aturan ini juga berlaku bagi
kapal-kapal bendera untuk memiliki efek yang sama seperti yang dari aturan
internasional yang berlaku umum dan standar yang ditentukan melalui organisasi
internasional yang kompeten atau konferensi-konferensi diplomatik umum dan
selanjutnya aturan internasional tersebut diwujudkan dalam MARPOL.
Teknik hukum terkait aturan acuan berkontribusi
untuk menjaga keseragaman peraturan nasional dan internasional yang berkaitan
dengan perlindungan lingkungan laut. Selanjutnya, untuk memperbarui aturan
internasional yang berlaku umum dan standar menjadi mungkin untuk beradaptasi
aturan yang relevan dari LOSC untuk situasi terkini.
3)
Kewajiban
untuk bekerja sama dalam perlindungan lingkungan laut
Polusi laut yang tidak lagi dapat
terhindarkan mendorong Pengadilan Internasional untuk hukum laut (ITLOS)
menyerukan agar terjalinnya kerjasama internasional, sesuai aturan pada bab XII
konvensi dan hukum internasional secara umum.
LOSC sendiri telah memberikan kewajiban
secara eksplisit terhadap pencemaran lingkungan laut yaitu :
pasal 197 Konvensi hukum laut dimana
menyebutkan bahwa Negara harus bekerjasama
secara global dan secara regional, secara langsung atau melalui
organisasi-organisasi internasional yang kompeten, dalam merumuskan dan
menguraikan aturan internasional, standar dan praktik dan prosedur yang
konsisten dengan Konvensi ini direkomendasikan untuk perlindungan dan
pelestarian lingkungan laut dengan mempertimbangkan fitur regional yang khas.
Pada Pasal 198 Pemberitahuan tentang
kerusakan yang nyata atau yang bakal terjadi, yang menginsyaratkan Apabila
suatu Negara menyadari adanya keadaan dimana lingkungan laut berada dalam
ancaman bahaya mendesak akan kerusakan atau telah rusak akibat pencemaran,
Negara termaksud harus segera memberitahu Negara-negara lain yang menurut
perkiraannya sangat mungkin akan terancam oleh kerusakan tersebut, demikian
pula kepada organisasi-organisasi internasional yang kompeten.
Pada Pasal 199
Pola Penanggulangan darurat terhadap pencemaran, Dalam hal-hal
yang disebut dalam pasal 198, Negara-negara dalam daerah yang terkena, sesuai
dengan kemampuan mereka, beserta organisasi-organisasi internasional yang
kompeten, harus bekerjasama semampu mungkin dalam menghilangkan akibat
pencemaran dan mencegah atau mengurangi kerusakan yang timbul. Untuk tujuan itu
Negara-negara harus bersama-sama mengembangkan dan meningkatkan pola
penanggulangan darurat untuk menjawab tantangan pencemaran dalam lingkungan
laut.
Kewajiban kerjasama juga disediakan
dalam ketentuan yang berkaitan dengan penyelidikan fisik kapal asing (Pasal 226
(2)), dan tanggung jawab dan kewajiban (Pasal 235 (3)).
Selanjutnya, kewajiban untuk bekerja
sama dalam pembentukan peraturan terkait secara tidak langsung diabadikan dalam
ketentuan mengenai pencemaran darat (Pasal 207 (4)), polusi dari kegiatan dasar
laut tunduk pada yurisdiksi nasional (Pasal 208 (5)), polusi dari pembuangan
(Pasal 210 (4)), pencemaran dari kapal (Pasal 211 (1)), dan polusi dari atau
melalui atmosfer (Pasal 212 (3)). Secara keseluruhan dapat disimpulkan bahwa
LOSC langkah ke depan untuk peraturan yang komprehensif pencemaran laut di
lautan secara keseluruhan.
No comments:
Post a Comment