Kerangka Hukum Untuk Perlindungan Lingkungan Laut Sebelum 1982


1.      Hukum Kebiasaan
Dahulu Pengaturan hukum laut hanya seputar penggunaan laut tidak pada perlindungan lingkungan laut. Pada tahun 1972 lahirlah sebuah deklarasi yang memerintahkan pertanggung jawaban negara yang merusak lingkungan yaitu Deklarasi Stockholm. Pada Prinsip 21 menyatakan bahwa: Negara memiliki tanggung jawab untuk memastikan bahwa kegiatan dalam yurisdiksi atau kontrol mereka tidak menyebabkan kerusakan pada lingkungan negara lain atau kawasan di luar batas yurisdiksi nasional.
Dalam hukum kebiasaaan dikenal istilah “sic utere tuo ut alienum non laedas” ( gunakan propertimu dengan tidak melukai orang lain). Namun demikian, tampak fungsi aturan “sic utere tuo ut alienum non laedas” sangat terbatas. Aturan ini tidak relevan dengan perlindungan kawasan di luar yurisdiksi nasional, seperti laut lepas dan wilayah udara di atas wilayah laut serta ruang ekstra-terestrial. Dalam hal ini, aturan ini tidak bisa menangani pencegahan pencemaran laut yang berada di luar yurisdiksi nasional dari Negara pantai.
Aturan yang relevan lain mungkin melibatkan kewajiban mengenai penyalahgunaan hak. aturan ini secara eksplisit terkandung dalam Pasal 300 dari LOSC: Negara-negara Pihak harus memenuhi itikad baik kewajiban diasumsikan berdasarkan Konvensi ini dan memiliki hak, yurisdiksi dan kebebasan yang diakui dalam Konvensi ini dengan cara yang tidak akan merupakan suatu penyalahgunaan hak.
Sesuai dengan kewajiban ini, pencemaran laut adalah ilegal jika begitu berlebihan bahwa kepentingan Negara lain secara tidak proporsional terpengaruh. Namun, tampaknya sulit untuk menetapkan kriteria objektif untuk mengidentifikasi adanya penyalahgunaan hak. Dalam kasus apapun, konsep penyalahgunaan hak bukan aturan substantif perlindungan lingkungan. Oleh karena itu aturan yang lebih spesifik yang mengatur pencemaran laut yang diperlukan di tingkat perjanjian.

2.      Hukum perjanjian
Sampai saat ini, banyak perjanjian yang mengatur pencemaran laut. Mengenai praktik perjanjian, tiga pendekatan dasar dapat diidentifikasi.
Pendekatan pertama adalah pendekatan sumber-spesifik. Pendekatan ini berusaha untuk mengatur dan mengendalikan sumber tertentu atau substansi pencemaran laut, seperti polusi dari kapal, atau zat tertentu, seperti minyak.  Pendekatan kedua adalah pendekatan regional yang bertujuan untuk mengatur pencemaran laut di wilayah tertentu. Pendekatan ketiga adalah pendekatan sumber-spesifik daerah, yang menggabungkan pendekatan sumber-spesifik dengan pendekatan regional.
B.     Perlindungan Lingkungan laut oleh LOSC
Saat ini terdapat kerangka hukum yang bertujuan untuk melindungi dan melestarikan lingkungan laut dimana dalam pelaksanaannya terdiri atas 3 bagian yaitu:
1)      Secara Umum dan kelengkapan
Pada pasal 192-194 telah memberikan penjelasan bahwa negara-negara yang tadinya bebas menggunakan lautan untuk kegiatan apa saja, menjadi berkewajiban untuk mencegah terjadinya pencemaran lingkungan baik pada laut yang berada di dalam yurisdiksinya maupun laut yang berada diluar yurisdiksinya. LOSC sendiri tidak fokus kepada mencari negara yang  bertanggung jawab akibat kerusakan lingkungan namun lebih kepada langkah-langkah pencegahan kerusakan lingkungan laut itu sendiri.
2)      Keseragaman Aturan
Di LOSC telah melakukan inovasi terkait keseragaman aturan terkait pencemaran lingkungan. Keseragaman aturan ini didorong agar standarisasi pencemaran lingkungan laut berjalan beriringan dengan standarisasi internasional. Oleh karena itu aturan referensi terkait pencemaran lingkungan sangat menjadi patokan dalam setiap kegiatan di lautan. Dalam hal ini setiap negara harus mengadopsi aturan-aturan terkait pencegahan, pengurangan dan kontrol terhadap segala bentuk pencemaran lingkungan laut sesuai dengan standar atau aturan global.
Aturan-aturan ini juga berlaku bagi kapal-kapal bendera untuk memiliki efek yang sama seperti yang dari aturan internasional yang berlaku umum dan standar yang ditentukan melalui organisasi internasional yang kompeten atau konferensi-konferensi diplomatik umum dan selanjutnya aturan internasional tersebut diwujudkan dalam MARPOL.
Teknik hukum terkait aturan acuan ​​berkontribusi untuk menjaga keseragaman peraturan nasional dan internasional yang berkaitan dengan perlindungan lingkungan laut. Selanjutnya, untuk memperbarui aturan internasional yang berlaku umum dan standar menjadi mungkin untuk beradaptasi aturan yang relevan dari LOSC untuk situasi terkini.
3)      Kewajiban untuk bekerja sama dalam perlindungan lingkungan laut
Polusi laut yang tidak lagi dapat terhindarkan mendorong Pengadilan Internasional untuk hukum laut (ITLOS) menyerukan agar terjalinnya kerjasama internasional, sesuai aturan pada bab XII konvensi dan hukum internasional secara umum.
LOSC sendiri telah memberikan kewajiban secara eksplisit terhadap pencemaran lingkungan laut yaitu :
pasal 197 Konvensi hukum laut dimana menyebutkan bahwa Negara harus bekerjasama  secara global dan secara regional, secara langsung atau melalui organisasi-organisasi internasional yang kompeten, dalam merumuskan dan menguraikan aturan internasional, standar dan praktik dan prosedur yang konsisten dengan Konvensi ini direkomendasikan untuk perlindungan dan pelestarian lingkungan laut dengan mempertimbangkan fitur regional yang khas.
Pada Pasal 198 Pemberitahuan tentang kerusakan yang nyata atau yang bakal terjadi, yang menginsyaratkan Apabila suatu Negara menyadari adanya keadaan dimana lingkungan laut berada dalam ancaman bahaya mendesak akan kerusakan atau telah rusak akibat pencemaran, Negara termaksud harus segera memberitahu Negara-negara lain yang menurut perkiraannya sangat mungkin akan terancam oleh kerusakan tersebut, demikian pula kepada organisasi-organisasi internasional yang kompeten.
Pada Pasal 199 Pola Penanggulangan darurat terhadap pencemaran, Dalam hal-hal yang disebut dalam pasal 198, Negara-negara dalam daerah yang terkena, sesuai dengan kemampuan mereka, beserta organisasi-organisasi internasional yang kompeten, harus bekerjasama semampu mungkin dalam menghilangkan akibat pencemaran dan mencegah atau mengurangi kerusakan yang timbul. Untuk tujuan itu Negara-negara harus bersama-sama mengembangkan dan meningkatkan pola penanggulangan darurat untuk menjawab tantangan pencemaran dalam lingkungan laut.
Kewajiban kerjasama juga disediakan dalam ketentuan yang berkaitan dengan penyelidikan fisik kapal asing (Pasal 226 (2)), dan tanggung jawab dan kewajiban (Pasal 235 (3)).
Selanjutnya, kewajiban untuk bekerja sama dalam pembentukan peraturan terkait secara tidak langsung diabadikan dalam ketentuan mengenai pencemaran darat (Pasal 207 (4)), polusi dari kegiatan dasar laut tunduk pada yurisdiksi nasional (Pasal 208 (5)), polusi dari pembuangan (Pasal 210 (4)), pencemaran dari kapal (Pasal 211 (1)), dan polusi dari atau melalui atmosfer (Pasal 212 (3)). Secara keseluruhan dapat disimpulkan bahwa LOSC langkah ke depan untuk peraturan yang komprehensif pencemaran laut di lautan secara keseluruhan.
Bagikan:

No comments:

Post a Comment

KONTAK

1. Email : handar_subhandi@yahoo.com 2. Facebook : Handar Subhandi 3. Twitter : @handar_subhandi 4. Researchgate : Handar Subhandi 5. Google Scholar : Handar Subhandi 6. Orcid ID : 0000-0003-0995-1593 7. Scopus ID : 57211311917 8. Researcher ID : E-4121-2017

Popular Posts

Labels

Artikel Terbaru