A. PENDAHULUAN
Anak sebagai
generasi penerus bangsa mempunyai hak untuk mendapat kesempatan seluas-luasnya
untuk tumbuh dan berkembang dengan wajar baik secara rohani, jasmani, dan
sosial. Namun pada kenyataannya tidak semua anak-anak di Indonesia telah
mendapatkan haknya tersebut, kenyataan pahit ini dapat dilihat di jalan dimana
anak-anak harus rela berada di jalanan demi mencari nafkah demi membantu
perekonomian keluarga dan kelangsungan hidupnya dan bahkan mereka menjadi
pelaku tindak kejahatan
Kenyataannya
dapat dilihat banyak anak yang tidak mendapat perhatian yang semestinya,
sehingga mereka harus hidup di jalanan. Pemandangan yang acap kali ditemui di pusat perbelanjaan, pasar,
terminal, lampu merah di jalanan, dan sebagainya, beberapa anak usia sekolah
yang meminta-minta, berjualan koran, mengamen atau becanda dengan kawan-kawannya.
Mereka inilah yang disebut anak jalanan. Sebagian atau seluruh waktu anak
jalanan dihabiskan di jalan, mereka rentan terhadap kejahatan baik berupa
kekerasan fisik, mental, maupun seksual.
Berkonflik
dengan hukum, seperti dituduh, disangka, didakwa dan divonis bersalah atas
tindak kejahatan, merupakan salah satu resiko yang sering dihadapi anak
jalanan. Tindak kejahatan yang sering kali dituduhkan atau memang dilakukan
oleh anak jalanan adalah tindakan kejahatan kecil-kecilan, seperti mencuri,
mencopet, dan menjambret.
Situasi dan kondisi
anak tersebut mencerminkan adanya penyalahgunaan (abuse), eksploitasi,
diskriminasi, dan masih mengalami beberapa tindak kekerasan yang membahayakan
perkembangan jasmani, rohani, dan sosial anak. Tidak terkecuali anak jalanan
yang rentan eksploitasi dan terlibat dalam melakukan tindak pidana. Oleh karena
itu, diperlukan upaya-upaya yang memberi perlindungan khusus kepada anak-anak
yang berada dalam keadaan sulit tersebut.
Anak jalanan
digolongkan kedalam golongan anak rentan dimana diamanatkan dalam undang-undang
tersebut untuk diberikan perlindungan khusus[1].
Perlindungan khusus bagi anak yang berhadapan dengan hukum sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 59 merupakan kewajiban dan tanggung jawab pemerintah dan
masyarakat.
Bentuk
perlindungan khusus yang dimaksud dalam pasal 59 Undang-undang Nomor 22 tahun
2002 tentang perlindungan anak dilaksanakan melalui[2]
: a) perlakuan atas anak secara manusiawi sesuai dengan martabat dan hak-hak
anak; b) penyediaan petugas pendamping khusus anak sejak dini; c) penyediaan
sarana dan prasarana khusus; d) penjatuhan sanksi yang tepat untuk kepentingan
yang terbaik bagi anak; e) pemantauan dan pencatatan terus menerus terhadap
perkembangan anak yang berhadapan dengan hukum; f) pemberian jaminan untuk
mempertahankan hubungan dengan orang tua atau keluarga; dan g) perlindungan
dari pemberitaan identitas melalui media massa dan untuk menghindari
labelisasi.
B. Perlindungan Hukum
terhadap Anak Jalanan Sebagai Pelaku Tindak Pidana.
Penulis
mengkaji perlindungan khusus terhadap
anak jalanan dalam beberapa aspek. Aspek
pertama, mencakup upaya pembinaan
dan pemberdayaan anak jalanan. Aspek kedua, mencakup bentuk perlindungan dalam proses peradilan pidana. Aspek ketiga,
mencakup pembinaan dan rehabilitasi pada masa pelaksanaan pidana.
Upaya pembinaan
dan pemberdayaan anak jalanan oleh Dinas Sosial Kota Makassar
Dinas Sosial
Kota Makassar sebagai bagian dari Pemerintah Kota Makassar yang bertanggung
jawab dalam menangani permasalahan anak jalanan melakukan beberapa upaya
pembinaan kepada anak jalanan. Dinas sosial bekerjasama dengan Satpol PP dan
polisi untuk melakukan pendataan dan penertiban secara rutin.
Berdasarkan
hasil wawancara dengan Abd. Rahim[3]
menjelaskan bahwa penertiban yang dilakukan kepada anak jalanan dilakukan untuk
memberikan pembinaan kepada anak jalanan. Anak jalanan yang telah ditertibkan
kemudian dititipkan di panti rehabilitasi sosial. Bentuk pembinaan di panti
rehabilitasi sosial berupa pemberian pendidikan dasar, pendidikan keagamaan,
dan pelatihan keterampilan-keterampilan khusus. Menurutnya pembinaan di panti
rehabilitasi sosial sudah banyak yang berhasil.
Perlindungan Anak dalam Proses Peradilan Pidana
Peradilan pidana
anak di Indonesia dan segala ketentuannya mengacu pada Undang-undang No. 3
Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak. Undang-undang tersebut memiliki kedudukan
sebagai lex specialis dalam peradilan
pidana dengan anak sebagai pelaku tindak pidana.
Pasal 42
Undang-undang Nomor 3 Tahun 1997 Tentang Pengadilan Anak mengatur beberapa
ketentuan dalam penyidikan terhadap anak. Ketentuan Pasal 42 ayat (1)
Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 yang menyebutkan bahwa penyidik wajib
memeriksa tersangka dalam suasana kekeluargaan, menghendaki agar pemeriksaan
dilakukan dengan pendekatan secara efektif dan simpatik.
Pendekatan
secara efektif dapat diartikan bahwa pemeriksaan tersebut tidak memakan waktu
lama, dengan menggunakan bahasa yang mudah dimengerti dan dapat mengajak
tersangka memberikan keterangan yang sejelas-jelasnya. Sedangkan pendekatan
secara simpatik mempunyai maksud bahwa pada waktu pemeriksaan, penyidik harus
bersikap sopan dan ramah serta tidak menakut-nakuti tersangka.
Pasal 42 ayat
(2) Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 menyebutkan bahwa dalam melakukan
penyidikan terhadap Anak Nakal, penyidik wajib meminta pertimbangan atau saran
dari Pembimbing Kemasyarakatan, dan apabila perlu juga dapat meminta
pertimbangan atau saran dari ahli pendidikan, ahli kesehatan jiwa, ahli agama
atau petugas kemasyarakatan lainnya. Hal ini mencerminkan suatu perlindungan
hukum agar keputusan yang dihasilkan mempunyai dampak yang positif, baik bagi
si anak maupun terhadap pihak yang dirugikan serta bagi masyarakat.
Begitupula dalam
proses penuntutan, Undang-undang Nomor 3 Tahun 1997 Tentang Pengadilan Anak
pada prinsipnya menghendaki agar setiap Kejaksaan Negeri memiliki Penuntut Umum
Anak untuk menangani Anak Nakal.
Dalam
pemeriksaan dalam persidangan, terdapat perlakuan khusus yang meliputi : Sidang
dibuka dan dinyatakan tertutup untuk umum; Pemeriksaan dalam sidang pengadilan
dilakukan dalam suasana kekeluargaan, oleh karena itu Hakim, Jaksa dan petugas
lainnya tidak memakai toga serta atribut/tanda kepangkatan masing-masing;
Adanya keharusan pemisahan persidangan dengan orang dewasa, baik yang berstatus
sipil maupun militer; Balai Pemasyarakatan turut serta membuat Laporan
Penelitian Kemasyarakatan terhadap anak; dan penjatuhan hukuman yang lebih
ringan.
Menurut Pudjo
Hunggul[4],
proses peradilan pidana bagi anak jalanan tetap dilaksanakan sebagaimana
perkara anak pada umumnya dan didasarkan pada ketentuan-ketentuan yang telah
diatur dalam Undang-undang No. 3 tahun 1997 tentang Pengadilan Anak.
Perlindungan khusus terhadap anak jalanan dapat diberikan dalam variasi bentuk
putusan. Putusan yang dijatuhkan memegang peranan penting dalam upaya pembinaan
anak jalanan kedepan sehingga dalam menjatuhkan putusan kepada anak jalanan
harus didasarkan beberapa pertimbangan diantaranya: a) jenis kejahatan yang
dilakukan, b) motifasi melakukan kejahatan. c) cara anak jalanan melakukan
tindak pidana. d) prospek pelaku kedepannya.
Pembinaan
dan rehabilitasi pada masa pelaksanaan pidana
Dalam memberikan
Perlindungan hukum terhadap anak yang sedang dirampas kemerdekaannya (anak yang
menjalani pidana), yang dapat dilakukan adalah memenuhi hak-hak anak yang
sedang menjalani masa pidana tersebut. Hak-hak anak yang sedang menjalani masa
pidana antara lain: a) berhak melakukan ibadah sesuai dengan agama dan
kepercayaannya, b) berhak mendapat perawatan baik jasmani dan rohani, c) berhak
mendapatkan pendidikan, d) berhak mendapat pelayanan kesehatan, dan e) berhak
menerima kunjungan dari keluarganya.
Menurut Darwis[5],
untuk memenuhi hak-hak anak tersebut terdapat beberapa sarana yang tersedia
bagi anak didik pemasyarakatan di Lembaga Pemasyarakatan Kelas 1 Makassar:
a.
Tempat ibadah
Di Lapas Kelas 1 Makassar terdapat
beberapa tempat ibadah seperti mesjid dan gereja. Untuk mendukung pelaksanaan
ibadah ada beberapa program keagamaan rutin yang dilaksanakan di Lapas Kelas 1
Makassar seperti pengajian bersama setiap pagi dan shalat berjamaah.
b.
Sarana olahraga
Di dalam Lapas juga terdapat
beberapa jenis lapangan olahraga seperti lapangan futsal, bulutangkis, dll.
Setiap tahun juga dilaksanakan kegiatan Porseni antar warga binaan
pemasyarakatan di Lapas Kelas 1 Makassar
c.
Sekolah
Untuk memberikan pendidikan kepada
anak didik pemasyarakatan, Lapas Kelas 1
Makassar bekerjasama dengan Dinas Pendidikan. Pelaksanaan pendidikan bagi anak
didik pemasyarakatan di tingkat Sekolah Dasar dan SMP. Bagi anak-anak yang
putus sekolah diberikan program kejar paket A,B, atau C, sedangkan bagi anak
yang tidak sekolah diajarkan baca tulis.
d.
Klinik kesehatan
Di dalam Lapas juga terdapat klinik
untuk perawatan warga binaan yang mengalami gangguan kesehatan. Selain itu
lapas juga memiliki mobil Ambulance jika sewaktu-waktu dibutuhkan.
e.
Alat-alat kesenian
Di dalam Lapas juga tersedia
beberapa alat kesenian seperti alat-alat musik. Penyediaan alat-alat kesenian
ini menurut Andri (18 tahun) salah seorang anak didik pemasyarakatan cukup mampu
menghiburnya semasa menjalani pemidanaan di Lapas Kelas 1 Makassar.
Dalam memberikan
perlindungan hukum terhadap anak yang menjalani pidana, tidak hanya sebatas
memenuhi hak- haknya saja tetapi yang tak kalah pentingnya adalah memberikan
pembinaan yang baik dan sesuai dengan kebutuhan anak- anak tersebut, agar
pembinaan yang dilakukan berjalan efektif. Sehingga nanti setelah keluar dari
Lembaga Pemasyarakatan, anak- anak ini tidak lagi mengulangi perbuatan yang
pernah dilakukannya dan dapat menjalani hidupnya yang baru tanpa menyisakan
trauma dari penjara, serta dapat berpartisipasi aktif dalam kehidupan
bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
Meski demikian,
menurut Darwis idealnya
untuk memberikan pembinaan yang lebih khusus terhadap anak maka harus ditempatkan
di Lapas yang terpisah dengan narapidanan dewasa. Namun kerena belum ada Lapas
khusus anak di Makassar maka hal terbaik yang diusahakan oleh Lapas Kelas 1
Makassar adalah pengadaan blok khusus untuk anak. Blok khusus tersebut
setidaknya membuat narapidana anak tidak berinteraksi dengan narapidana dewasa
di dalam Lapas pada malam hari.
Kendala
berikutnya dalam pebinaan bagi narapidana anak yaitu waktu pemidanaan yang
singkat sementara proses pembinaan yang membutuhkan lebih banyak waktu untuk
menjalankannya secara efektif.
Terkait
narapidana yang merupakan anak jalanan, Darwis. mengatakan bahwa tidak ada
pembinaan yang dilakukan secara khusus kepada mereka. Pembinaan terhadap anak
jalanan dilakukan sebagaimana pembinaan terhadap narapidana anak lainnya.
C. PENUTUP
Kesimpulan
Faktor yang
melatarbelakangi anak jalanan melakukan tindak pidana di Kota Makassar yaitu:
Faktor Ekonomi; Perilaku meniru anak, dan Persaingan antar kelompok anak
jalanan.
Bentuk perlindungan
hukum terhadap anak jalanan sebagai pelaku tindak pidana di Kota Makassar
meliputi upaya pembinaan dan pemberdayaan anak jalanan; perlindungan dalam
proses peradilan pidana, serta pembinaan dan rehabilitasi dalam masa
pelaksanaan pidana.
Saran
Dari pembahasan yang telah Penulis
simpulkan sebelumnya. sampailah ke akhir penulisan dalam skripsi berupa saran
yang sekira penulis dapat memberi sumbangsih demi meminimalisir terjadinya
tindak pidana yang dilakukan oleh anak jalanan yaitu hendaknya Pemerintah Kota
Makassar dalam hal ini Dinas Sosial Kota Makassar melakukan suatu upaya yang
sekiranya dapat menyentuh dan menyelesaikan akar permasalahan anak jalanan ini
yaitu faktor kemiskinan agar pertumbuhan jumlah anak jalanan bisa terputus.
Terkait mengenai
dasar hukum perlindungan anak jalanan, hendaknya Pemerintah Kota Makassar dan
para penegak hukum melakukan upaya sosialisasi yang bertujuan untuk memperkuat
kembali penegakan Peraturan Daerah Kota Makassar Nomor 2 Tahun 2008 tentang
Pembinaan Anak Jalanan, Gelandangan, Pengemis dan Pengamen di Kota Makassar
sebagai salah satu dasar hukum perlindungan anak jalanan khususnya di Kota
Makassar.
Sedangkan pada
proses peradilan pidana hendaknya Hakim dalam menjatuhkan putusan yang
dijatuhkan kepada anak jalanan mengutamakan sanksi berupa tindakan daripada
sanksi berupa pemidanaan demi kepentingan pembinaan anak itu sendiri.
KEPUSTAKAAN
BUKU
Andi Zainal Abidin Farid. 2007. Hukum Pidana I. Jakarta: Sinar Grafika
Badan Kesejahteraan Sosial Nasional(
BKSN) 2000, Modul Pelatihan Pimpinan Rumah Singgah Jakarta: Direktorat
Kesejahteraan Anak, Keluarga Anak Terlantar dan Lanjut Usia, Deputi Bidang
Peningkatan Kesejahteraan Sosial
Bagong Suyanto dan Sri Sanituti Hariadi.
2002. Krisis dan Child Abuse.
Surabaya: Airlangga University Press
Barda Nawawi Arief, 1998. “Beberapa Aspek Kebijakan Penegakan dan
Pengembangan Hukum Pidana”, Bandung:Citra Aditya Bakti
Departemen Sosial RI. 2001. Intervensi
Psikososial. Jakarta : Departemen Sosial
Hanna Djumhana Bastaman. 1996. Meraih Hidup Bermakna: Kisah Pribadi Dengan
Pengalaman Tragis. Jakarta: Paramadina
Maidin Gultom. 2010. Perlindungan Hukum Terhadap Anak Dalam
Sistem Peradilan Pidana Anak di Indonesia. Bandung: PT Refika Aditama
Marlina. 2009. Peradilan Pidana Anak di Indonesia. Bandung: PT Refika Aditama
Moeljatno. 2008. Asas-Asas Hukum pidana, Jakarta: Rineka Cipta
Nashriana. 2011. Perlindungan Hukum Pidana Bagi Anak di Indonesia. Jakarta: PT.
Rajagrafindo Persada
P.A.F. Lamintang. 1997, Dasar-dasar Hukum Pidana Indonesia. Bandung: PT.Citra Aditya Bakti,
Wagiati Soetodjo. 2006. Hukum Pidana Anak. Bandung: PT Refika
Aditama
Sumber
Lain
Andi Abu Ayyub Saleh. Materi Kuliah pada
Mata Kuliah Hukum Pidana. 2008
Majalah ScientA. Edisi 03 tahun ke3/1999
Suara Muhammadiyah No. 10 tahun ke
92/2007
Peraturan
Perundang-undangan
Undang-undang Dasar Negara Kesatuan
Republik Indonesia Tahun 1945
Kitab Undang-undang Hukum Pidana
(Undang-undang Nomor 1 Tahun 1946)
Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana
(Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981)
Kitab Undang-undang Hukum Perdata
Undang-undang Nomor 4 Tahun 1979 Tentang
Kesejahteraan Anak
Undang-undang Nomor 3 Tahun 1997 Tentang
Pengadilan Anak
Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 Tentang
Hak Asasi Manusia
Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002
Tentang Perlindungan Anak
Convention on The Right of The Child,
UNICEF, 1990
Putusan Mahkamah Konstitusi
No.1/PUU-VIII/2010 Tanggal 24 Februari 2011
Peraturan
Daerah Kota Makassar Nomor 2 Tahun 2008 tentang Pembinaan Anak Jalanan, Gelandangan,
Pengemis dan Pengamen di Kota Makassar
Website
http://id.wikipedia.org/wiki/Anak_jalanan,
terakhir diakses 11 Juni 2012,Pukul
13.12 WITA
http://cintarakyatindonesia.wordpress.com/2011/04/18/aspek-hukum-perlindungan-dan-hak-hak-anak-jalanan/,
terakhir di akses pada 10 Juli 2011, P
[1] Pasal 59 UU No.23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.
[2] Pasal 64 ayat (2) UU No.23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.
[3] Kasi Pembinaan Anak Jalanan Dinas Sosial Kota Makassar (wawancara,
15 Oktober 2012)
[4] Hakim Anak di Pengadilan Negeri Makassar (wawancara, 18 September
2012)
[5] Menurut Kepala Bidang Pembinaan Lapas Kelas 1 Makassar (wawancara,
9 Oktober 2012)
No comments:
Post a Comment