Alasan-alasan pembatalan
perkawinan berdasarkan ketentuan yang diatur dalam Buku I Kompilasi Hukum Islam
adalah sebagai berikut:
Pasal
70
Suatu perkawinan batal apabila:
a. Suami melakukan perkawinan sedangkan ia tidak berhak
melakukan akad nikah karena mempunyai empat orang isteri, sekalipun salah satu
isteri dari keempat isterinya itu dalam iddah talak raj’i. talak raj’I adalah
talak yang masih boleh rujuk. Arti rujuk ialah kembali, maksudnya kembali
menjadi mempunyai hubungan suami isteri dengan tidak melalui proses perkawinan
lagi
b. Seorang yang menikahi bekas isterinya yang telah
dili’annya (putusnya hubungan perkawinan karena tindakan suami yang menuduh
isternya berbuat zina dan isterinya menolak tuduhan itu).
c. Seorang menikahi isterinya yang pernah dijatuhi tiga
kali talak olehnya, kecuali jika isterinya tersebut pernah menikah dengan pria
lain yang kemudian bercerai lagi ba’da dukhul dari pria tersebut dan telah
habis masa iddahnya.
d. Perkawinan dilakukan antara dua orang yang mempunyai
hubungan darah, semenda, sesusuan sampai derajat tertentu yang menghalangi
perkawinan menurut Pasal 8 Undang-Undang No.1 Tahun 1974.
e. Isteri adalah saudara kandung atau sebagai bibi atau
ponakan dari isteri atau isteri-isterinya.
Pasal
71
Suatu perkawinan dapat batal apabila:
a. Seorang suami melakukan poligami tanpa izin Pengadilan
Agama.
b. Perempuan yang dikawini ternyata kemudian diketahui
masih menjadi isteri orang lain yang mafkud (hilang tidak diketahui beritanya).
c. Perempuan yang dikawini ternyata masih dalam masah
iddah dari suami lain.
d. Perkawinan yang melanggar batas umur perkawinan,
sebagaimana ditetapkan dalam pasal 7 Undang-Undang No.1 Tahun 1974.
e. Perkawinan yang dilangsungkan tanpa wali atau
dilaksanakan oleh wali yang tidak berhak.
f. Perkawinan yang dilakukan dengan paksaan.
Adapun alasan yang dapat dipergunakan untuk mengajukan
pembatalan perkawinan menurut Pasal 72
Kompilasi Hukum Islam adalah:
a. Seorang suami atau isteri dapat mengajukan
permohonan pembatalan perkawinan apabila perkawinan dilangsungkan dibawah
ancaman yang melanggar hukum.
b. Seorang suami atau isteri dapat mengajukan
permohonan pembatalan perkawinan apabila pada waktu berlangsungnya perkawinan
terjadi penipuan atau salah sangka mengenai diri suami atau istri.
c. Apabila ancaman telah berhenti, atau yang bersalah
sangka itu menyadari keadaannya, dan dalam jangka waktu 6 (enam) bulan setelah
itu masih tetap hidup sebagai suami-isteri, dan tidak menggunakan haknya untuk
mengajukan permohonan pembatalan, maka haknya gugur. Permohonan pembatalan
perkawinan menurut Pasal 74 Kompilasi Hukum Islam dapat diajukan kepada
Pengadilan Agama yang mewilayahi tempat tinggal suami atau isteri atau tempat perceraian
dilangsungkan. Disebutkan juga pada pasal ini, batalnya suatu perkawinan
dimulai setelah putusan Pengadilan Agama mempunyai kedudukan hukum yang tetap
dan berlaku sejak saat berlangsungnya perkawinan.
Pasal 27 UU Perkawinan menyebutkan bahwa;
1. Seorang suami atau isteri dapat mengajukan
permohonan pembatalan perkawinan apabila perkawinan dilangsungkan dibawah
ancaman yang melanggar hukum.
2. Seorang suami atau isteri dapat mengajukan
permohonan pembatalan perkawinan apabila pada waktu berlangsungnya perkawinan
terjadi salah sangka mengenai diri suami atau isteri.
3. Apabila ancaman telah berhenti, atau yang bersalah
sangka itu menyadari keadaannya, dan dalam jangka waktu 6 (enam) bulan setelah
itu masih tetap hidup sebagai suami isteri, dan tidak mempergunakan haknya
untuk mengajukan permohonan pembatalan, maka haknya gugur.
No comments:
Post a Comment