Mengenai pihak-pihak
yang dapat mengajukan pembatalan perkawinan ini, Peraturan Pemerintah Nomor 9
tahun 1975 hanya menentukan bahwa permohonan pembatalan dapat diajukan oleh
pihak-pihak yang berhak mengajukan kepada pengadilan di daerah hukumnya yang
meliputi tempat berlangsungnya perkawinan atau tempat tinggal isteri, suami
atau isteri. (Pasal 38 ayat (1) PP No. 9 Tahun 1975).
Adapun pada UU
Perkawinan diatur dalam Pasal 23 dan Pasal 24. Sedangkan dalam Kompilasi Hukum
Islam diatur dalam Pasal 73. Pihakpihak tersebut antara lain:
a. Para keluarga dalam garis keturunan lurus ke atas
dari suami atau isteri. Misalnya bapak atau ibu dari suami atau isteri, kakek
atau nenek dari suami atau isteri.
b. Suami isteri, suami atau isteri. Artinya bahwa
inisiatif permohonan itu dapat timbul dari suami atau isteri saja, atau dapat
juga dari keduanya secara bersama-sama dapat mengajukan pembatalan perkawinan.
c. Pejabat yang berwenang hanya selama perkawinan
belum diputuskan. Pejabat yang ditunjuk ditentukan lebih lanjut dalam peraturan
perundang-undangan (Pasal 16 ayat (2)), namun sampai saat ini urusan tersebut
masih dipegang oleh PPN atau Kepala Kantor Urusan Agama, Ketua Pengadilan Agama
atau Ketua Pengadilan Negeri.
d. Setiap orang yang mempunyai kepentingan hukum
secara langsung terhadap perkawinan tersebut, tetapi hanya setelah perkawinan
tersebut diputuskan.
Disebutkan juga bahwa barang siapa yang karena
perkawinan tersebut masih terikat dengan salah satu dari kedua belah pihak dan
atas dasar masih adanya perkawinan tersebut, dapat mengajukan pembatalan perkawinan
yang baru dengan tidak mengurangi ketentuan Pasal 3 ayat (2) dan Pasal 44 UU
No. 1 Tahun 1974.
No comments:
Post a Comment