Pada pelaksanaan perkawinan,
calon mempelai harus memenuhi rukun dan syarat perkawinan. Rukun perkawinan
adalah hakekat dari perkawinan itu sendiri, jadi tanpa adanya salah satu rukun,
perkawinan tidak mungkin dilaksanakan, sedangkan yang dimaksud dengan syarat
perkawinan adalah sesuatu yang harus ada dalam perkawinan tetapi tidak termasuk
hakekat perkawinan. Kalau salah satu syarat-syarat perkawinan tetapi tidak
terpenuhi maka perkawinan itu tidak sah. Terkait dengan sahnya suatu
perkawinan, Pasal 2 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang perkawinan
menyebutkan:
a. Perkawinan
adalah sah, apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agamanya dan
kepercayaannya.
b. Tiap tiap perkawinan dicatat menurut peraturan
perundang-undangan yang berlaku pernyataan seperti tersebut diatas juga
dijelaskan kembali pada bagian penjelasan pasal 2 Undang-Undang Perkawinan
yaitu “dengan perumusan Pasal 2 ayat (1) ini, tidak ada perkawinan diluar hukum
masing-masing agamanya dan kepercayaannya itu, sesuai dengan Undang-Undang
Dasar 1945”.
Dari penjelasan itu dapat diambil
kesimpulan bahwa sah atau tidaknya perkawinan itu tergantung pada ketentuan
agama dan kepercayaan dari masing-masing individu atau orang yang akan
melaksanakan perkawinan tersebut. Syarat perkawinan merupakan suatu hal yang
sangat penting, sebab suatu perkawinan yang dilakukan dengan tidak memenuhi
persyaratan yang ditentukan dalam undang-undang . maka perkawinan tersebut
dapat diancam dengan pembatalan atau dapat dibatalkan. Syarat-syarat perkawinan
terdapat pada pasal 6 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974, yaitu:
1. Perkawinan harus didasarkan pada persetujuan kedua
calon mempelai.
2. Untuk melangsungkan suatu perkawinan seorang yang
belum mencapai umur 21 tahun harus mendapat izin orang tua.
3. Dalam hal salah seorang dari kedua orang tua telah
meninggal dunia atau dalam keadaan tidak mampu menyatakan kehendaknya, maka
izin dimaksudkan ayat (2) pasal ini cukup diperoleh dari orang tua yang masih
hidup atau orang tua yang mampu menyampaikan kehendaknya.
4. Dalam hal kedua orang tua telah meninggal dunia atau
dalam keadaan tidak mampu untuk menyatakan kehendak, maka izin diperoleh dari
wali, orang yang memelihara atau keluarga yang memiliki hubungan darah dalam
garis keturunan lurus keatas selama mereka masih hidup dan dalam keadaan dapat
menyatakan kehendak.
5. Dalam hal ada perbedaan pendapat antara orang orang
yang disebut dalam ayat (2), (3), dan (4) pasal ini, atau salah seorang atau
lebih diantara mereka tidak menyatakan pendapatnya, maka pengadilan dalam
daerah hukum tempat tinggal orang yang akan melangsungkan perkawinan atas
permintaan orang tersebut dapat memberikan izin setelah lebih dahulu mendengar
orang-orang tersebut dalam ayat (2), (3) dan (4) pasal ini.
6. Ketentuan tersebut ayat (1) sampai dengan ayat (5)
pasal ini berlaku sepanjang hukum masing-masing agamanya dan kepercayaanya yaitu
dari yang bersangkutan tidak menentukan lain. Sedangkan pada pasal 7
disebutkan:
1) Perkawinan hanya diizinkan jika pihak pria sudah
mencapai umur 19 tahun dan pihak wanita sudah mencapai umur 16 tahun.
2) Dalam hal penyimpangan terhadap ayat (1) pasal ini
dapat meminta dispensasi kepada Pengadilan atau Pejabat lain yang ditunjuk oleh
kedua orang tua pihak pria maupun pihak wanita.
3) Ketentuan-ketentuan mengenai keadaan salah seorang
atau kedua orang tua tersebut dalam pasal 6 ayat (3) dan (4) undang-undang ini,
berlaku juga dalam hal permintaan dispensasi tersebut ayat (2) pasal ini dengan
tidak mengurangi yang dimaksud dengan Pasal 6 ayat (6).
Adapun yang termasuk rukun perkawinan ialah:
a. Pihak-pihak yang melaksanakan akad nikah, yaitu
mempelai pria dan wanita.
b. Wali.
c. Saksi.
d. Akad nikah.
Menurut Jumhur Ulama rukun
perkawinan ada lima dan masing-masing rukun itu memiliki syarat-syarat
tertentu, sebagai berikut:
1. Calon suami, syarat-syaratnya:
a. Beragama islam
b. Laki-laki
c. Jelas orangnya
d. Dapat memberikan persetujuan
e. Tidak terdapat halangan perkawinan
2. Calon isteri, syarat-syaratnya:
a. Beragama islam
b. Perempuan
c. Jelas orangnya
d. Dapat diminta persetujuannya
e. Tidak terdapat halangan perkawinan
3. Wali nikah, syarat-syaratnya:
a. Laki-laki
b. Dewasa
c. Mempunyai hak perwakilan
d. Tidak terdapat halangan perwaliannya
4. Saksi nikah, syarat-syaratnya:
a. Minimal dua orang laki-laki
b. Hadir dalam ijab qabul
c. Dapat mengerti maksud akad
d. Islam
e. Dewasa
5. Ijab Qabul, syarat-syaratnya:
a. Adanya pernyataan mengawinkan dari wali
b. Adanya pernyataan penerimaan dari calon mempelai
Ahmad Rafiq, Hukum Islam di Indonesia,
Rajawali Pers, Jakarta, 1998, Hlm.71
c. Memakai kata-kata nikah, tazwij atau terjemahan dari
kedua kata tersebut
d. Antara ijab dan qabul bersambungan
e. Antara ijab dan qabul jelas maksudnya
f. Orang yang terkaid dengan ijab dan qabul tidak sedang
ihram haji atau umrah
g. Majelis ijab dan qabul itu harus dihadiri minimum
empat orang yaitu calon mempelai atau wakilnya, wali dari mempelai wanita dan
dua orang saksi
Rukun dan syarat perkawinan wajib
dipenuhi, bila tidak maka tidak sah. Dalam kitab al-figh ‘ala al mazhib
al-araba’ah disebutkan bahwa nikah fasid yaitu nikah yang tidak memenuhi
syarat-syaratnya, sedangkan nikah batil adalah nikah yang tidak memenuhi
rukunnya dan hukum nikah fasid dan nikah batil adalah sama yaitu tidak sah.
Prinsip-prinsip perkawinan
berdasarkan pada ayat-ayat Al-Qur’an seperti yang dijelaskan oleh Musdah Mulia
adalah sebagai berikut:
1) Prinsip kebebasan dalam memilih jodoh
Kebebasan dalam hal memilih jodoh merupakan hak dan
kebebasan bagi laki-laki dan perempuan sepanjang tidak bertentangan dengan
syariat Islam
2) Prinsip mawaddah wa rahmah
Prinsip ini di dasarkan pada QS. Ar-Rum:21. Perkawinan
manusia disamping tujuannya bersifat biologis juga bertujuan untuk mencapai
ridha Allah SWT.
3) Prinsip saling melengkapi dan melindungi
Prinsip ini di dasarkan pada firman Allah SWT yang
terdapat pada QS. Al-Baqarah:187. Perkawinan laki-laki dan perempuan dimaksudkan
untuk saling membantu dan melengkapi, karena setiap orang memiliki kelebihan
dan kekurangan.
4) Prinsip mu’asarah bi al-ma’ruf
Prinsip ini berdasarkan firman Allah SWT QS.
An-NIsa’:19. Prinsip ini sebenarnya peran utamanya adalah pengayoman dan
penghargaan kepada wanita.
No comments:
Post a Comment