Pembatalan perkawinan adalah
tindakan putusan pengadilan yang menyatakan bahwa ikatan perkawinan yang telah
dilakukan itu tidak sah, akibatnya ialah bahwa perkawinan itu dianggap tidak
pernah ada. Menurut Soedaryo Soimin,S.H.: “Pembatalan perkawinan adalah
perkawinan yang terjadi dengan tanpa memenuhi syarat-syarat sesuai
Undang-Undang”.
“Pembatalan perkawinan adalah tindakan putusan
pengadilan yang menyatakan bahwa perkawinan yang dilakukan itu tidak sah,
akibatnya ialah bahwa perkawinan itu dianggap tidak pernah ada”.
Bagi perkawinan yang
dilangsungkan secara Islam pembatalan perkawinan lebih lanjut dimuat dalam
pasal 27 Peraturan Mentri Agama Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 1975 yang
menyatakan:”Apabila pernikahan telah berlangsung kemudian ternyata terdapat
larangan menurut hukum munakahat atau peraturan perundang-undangan tentang
perkawinan, Pengadilan Agama dapat membatalkan pernikahan tersebut atas
permohonan pihak-pihak yang berkepentingan”. Dengan demikian suatu perkawinan
dapat batal demi hukum dan bisa dibatalkan oleh pengadilan.
Perihal pembatalan perkawinan
dalam Undang-Undang No.1 Tahun 1974 pengaturannya termuat dalam bab VI, pasal
22 sampai dengan Pasal 28 yang diatur lebih lanjut dalam peraturan
pelaksanaannya Peraturan Pemerintah No.9 Tahun 1974 dalam Bab VI Pasal 37 dan
38. Adapun Pengadilan yang berkuasa untuk membatalkan perkawinan yaitu:
Pengadilan yang daerah kekuasaannya meliputi tempat berlangsungnya perkawinan
atau di tempat tinggal kedua suami isteri, suami atau isteri. Bagi mereka yang
beragama Islam di lakukan di Pengadilan Agama sedangkan bagi mereka yang
beragama non islam di Pengadilan Negeri.
Saat mulai berlakunya
pembatalan perkawinan diatur dalam Pasal 28 ayat 1 Undang-Undang No.1 Tahun
1974 yang menyatakan bahwa:”Batalnya suatu perkawinan dimulai setelah keputusan
Pengadilan mempunyai kekuatan hukum yang tetap dan berlaku sejak saat berlangsungnya
perkawinan”. Keputusan ini tidak ada upaya hukum lagi untuk naik banding atau
kasasi. Akibatnya kembali ke posisi semula sebelum terjadinya perkawinan atau
perkawinan dianggap tidak pernah ada. Menurut Riduan Shahrani,S.H. sehubungan
dengan pelaksanaan pembatalan perkawinan bahwa perkawinan dalam islam mungkin
“putus demi hukum” artinya: “Apabila ada atau terjadi suatu kejadian, kejadian
mana menurut Hukum Islam mengakibatkan lenyapnya keabsahan perkawinan itu.
Kejadian yang mengakibatkan lenyapnya keabsahan perkawinan itu, misalnya si
suami atau isteri murtaddari agama Islam dan kemudian memeluk agama atau
kepercayaannya bukan kitabiyah. Maka perkawinannya putus demi hukum islam”.
Perkawinan yang putus demi hukum maksudnya karena perkawinan tersebut putus
dengan sendirinya tetapi bukan dengan sendirinya seperti karena kematian yang
sifatnya alamiah.
Pembatalan perkawinan secara hukum trus secara agama gimana???
ReplyDeleteApa masih sah???
Tolong di jawab