Defenisi
Perdagangan Orang yang diberikan oleh Pemerintah Republik Indonesia melalui
Undang-Undang No.21 Tahun 2007 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan
Orang (Selanjutnya disingkat UUPTPPO) yang rumusannya:
Perdagangan
Orang adalah tindakan perekrutan, pengangkutan, penampungan pengiriman,
pemindahan, atau penerimaan seseorang dengan ancaman kekerasan, penggunaan
kekerasan, penculikan, penyekapan, pemalsuan, penipuan, penyalahgunaan
kekuasaan atau posisi rentan, penjeratan utang atau memberi bayaran atau
manfaat, sehingga memperoleh persetujuan dari orang yang memegang kendali atas
orang lain tersebut, baik yang dilakukan di dalam negara maupun antar negara,
untuk tujuan eksploitasi atau mengakibatkan orang tereksploitasi (Perlindungan
anak-Kementrian negara pemberdayaan perempuan RI. 2009: 37).
Kata
“Eksploitasi” dalam Pasal 1 UU Trafficking dipisahkan dengan “Eksploitasi Seksual”
yang kemudian dijelaskan sebagai berikut:
Eksploitasi
adalah tindakan dengan atau tanpa persetujuan korban yang meliputi tetapi tidak
terbatas pada pelacuran, kerja atau pelayanan paksa, perbudakan atau praktik
serupa perbudakan, penindasan, pemerasan, pemanfaatan fisik, seksual, organ
reproduksi, atau secara melawan hukum memindahkan atau mentransplantasi organ
dan atau jaringan tubuh atau memanfaatkan tenaga atau kemampuan seseorang oleh
pihak lain untuk mendapatkan keuntungan baik materiil maupun immaterial”
Eksploitasi Seksual adalah segala bentuk pemanfaatan organ tubuh seksual atau
organ tubuh lain dari korban untuk mendapatkan keuntungan, termasuk tetapi
tidak terbatas pada semua kegiatan pelacuran dan percabulan” ( Program nasional bagi anak Indonesia. 2009:
50-51).
Perdagangan
anak didefinisikan oleh ODCCP (Office for Drug
Control and Crime Prevention) sebagai perekrutan, pemindahan, pengiriman,
penempatan atau menerima anak-anak di bawah umur untuk tujuan eksploitasi dan
itu menggunakan ancaman, kekerasan, ataupun pemaksaan lainnya seperti
penculikan, penipuan, kecurangan, penyalahgunaan wewenang maupun posisi penting. Juga memberi atau
menerima uang atau bantuan untuk mendapatkan persetujuan dari orang yang
menguasai penuh atas anak itu.
Dilihat dari bentuknya, perdagangan
orang dapat terjadi dalam berbagai peristiwa sebagai berikut:
1. Penjualan anak adalah setiap tindakan atau
transaki seorang anak dipindahkan kepada orang lain oleh siapapun atau
kelompok, demi keuntungan atau dalam bentuk lain.
2. Penyelundupan
manusia adalah usaha untuk mendapatkan, sebagai cara untuk memperoleh, baik
secara langsung maupun tidak langsung, keuntungan berupa uang atau materi lain,
terhadap masuknya seseorang secara tidak resmi ke dalam sebuah kelompok negara,
orang tersebut bukanlah warga negara tersebut atau waraga negara tetap.
3. Migrasi,
baik yang bersifat legal maupun ilegal adalah proses orang atas kesadaran
mereka sendiri memilih untuk meninggalkan satu tempat dan pergi ke tempat lain.
Perdagangan perempuan dan anak merupakan bentuk migrasi dengan tekanan, yaitu
orang yang diperdagangkan direkrut dan dipindahkan ke tempat lain secara paksa,
ancaman kekerasan atau penipuan.
4. Prostitusi anak adalah anak yang
dilacurkan, menggunakan anak untuk aktivitas seksual demi keuntungan atau dalam
bentuk lain. Pengertian tersebut meliputi: menawarkan, mendapatkan dan
menyediakan anak untuk prostitusi.( http//www.elsam.or.id/weblog).
Menurut konferensi Perempuan Sedunia IV di
Beijing tahun 1995 “Trafficking women and children merupakan salah satu bentuk
eksploitasi global yang melecehkan hak asasi dari jutaan perempuan dan anak di
seluruh dunia. Adapun yang termasuk dalam eksploitasi seksual tidak hanya
terbatas pada perdagangan perempuan dan anak untuk kepentingan prostitusi,tapi
juga pornografi, pariwisata seks, perdagangan pengantin perempuan dan
perkawinan sementara. Eksploitasi sosial ini mengabadikan posisi subordinat
wanita.
Perdagangan anak juga diartikan sebagai
tindakan mencari keuntungan ekonomi atau finansial menggunakan tubuh, tenaga
kerja, atau citra (foto) yang dilakukan pada anak yang akan menghambat atau
bahkan menghancurkan masa depan anak-anak sebagai mahluk sosial. Devenisi ini
mengandung unsur penting, yaitu :
1. Keterlibatan
anak dalam aktivitas seksual yang tidak dipahami sebelumnya.
2. Dalam
hubungan itu anak tidak dapat memberikan atau menurut perkembangan
psikologisnya yang tidak mampu memberikan izin (consent).
3. Melanggar
norma sosial atau hukum.
4. Dilakukan
antar anak atau dengan orang dewasa yang dipercaya dan diberikan tanggung jawab
untuk mengasuh anak.(Perlindungan
anak-Kementrian negara pemberdayaan
perempuan RI. 2009).
Izin copy bang
ReplyDeleteTerimakasih