Tujuan dilaksanakannya perkawinan
menurut hukum nasional adalah untuk membentuk suatu keluarga atau rumah tangga
yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Sedangkan bila
mendasarkan pada Al-Qur’an dan hadist dapat diperoleh kesimpulan bahwa tujuan
perkawinan dalam islam adalah untuk memenuhi tuntutan naluri hidup manusia,
berhubungan antara laki-laki dan perempuan dalam rangka mewujudkan kebahagiaan
kebahagian sesuai ajaran Allah dan Rasul-Nya.
K.Wantjik Saleh berpendapat,
tujuan perkawinan adalah untuk membentuk keluarga yang kekal dan bahagia, dapat
diartikan bahwa perkawinan itu haruslah berlangsung seumur hidup dan tidak
diputuskan begitu saja. Pendapat lain mengemukakan tujuan perkawinan adalah
untuk membentuk keluarga rumah tangga dan menciptakan keluarga yang sakinah
dengan landasan kebajikan tuntunan agama.
Ahmad Azhar Basyir dalam bukunya
“Hukum Perkawinan Islam” menyatakan bahwa tujuan perkawinan dalam islam adalah
untuk memenuhi tuntutan naluri hidup manusia, berhubungan antara laki-laki dan
perempuan dalam rangka mewujudkan keluarga sesuai ajaran Allah dan Rasul-Nya.
Tujuan perkawinan dalam pasal 3
kompilasi Hukum Islam yaitu untuk mewujudkan rumah tangga yang sakinah,
mawaddah dan warrohmah (keluarga yang tentram penuh kasih dan sayang). Pada
buku yang ditulisnya, Soemiyanti menjelaskan, bahwa tujuan perkawinan dalam
Islam adalah untuk memenuhi tuntutan hajat tabiat kemanusiaan, berhubungan
antara laki-laki dan perempuan dalam rangka mewujudkan suatu keluarga yang
bahagia dengan dasar cinta dan kasih sayang, untuk memperoleh keturunan yang
sah dalam masyarakat dengan mengikuti ketentuan-ketentuan yang telah diatur
oleh syari’ah. Rumusan tujuan perkawinan tersebut dapat diperinci sebagai
berikut:
a. Menghalalkan hubungan kelamin untuk memenuhi hajat
tabiat kemanusiaan.
Dengan perkawinan,
pemenuhan tuntutan tabiat kemanusiaan itu dapat disalurkan dengan sah. Apabila
manusia dalam usaha memenuhi hajat tabiat kemanusiaan dengan saluran yang tidak
sah dan dilakukan terhadap siapa saja, dan dengan sendirinya masyarakat menjadi
kacau balau serta bercampur aduk tidak karuan.
a. Mewujudkan suatu keluarga dengan dasar cinta kasih
Dengan perkawinan
maka terjalin ikatan lahir antara suami isteri dalam hidup bersama diliputi rasa
ketentraman (sakinah) dan kasih sayang (mawadah wa rahmah). Sebagaimana dengan
firman Allah Surah Arrum ayat 21:
Dan diantara
tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari
jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan
dijadikan-Nya diantaramu rasa kasih dan saying. Sesungguhnya pada yang demikian
itu benar benar terdapat tanda tanda bagi kaum yang berfikir
b. Memperoleh keturunan yang sah
Memperoleh keturuna
dalam perkawinan bagi kehidupan mengandung dua sisi kepentingan, yaitu
kepentingan untuk memperoleh anak adalah karena anak-anak diharapkan akan
membantu ibu bapaknya pada hari tua kelak.. aspek yang umum atau universal yang
berhubungan dengan keturunan ialah karena anak-anak itulah yang menjadi
penyambung keturunan seseorang dan yang akan selalu berkembang untuk meramaikan
dan memakmurkan dunia ini. Selain itu, keturunan yang diperoleh dengan melalui
perkawinan akan menghindarkan pencampuradukan keturunan, sehingga silsilah dan
keturunan manusia dapat dipelihara atas dasar yang sah.
Menurut Hukum Islam,
tujuan perkawinan adalah untuk membentuk keluarga dengan maksud melanjutkan
keturunan serta mengusahakan agar dalam rumah tangga dapat diciptakan
ketenangan berdasarkan cinta dan kasih sayang. Ketenangan yang menjadi
kebahagiaan hidup dapat diperoleh melalui kesadaran bahwa seseorang dengan
ikhlas telah menunaikan kewajibannya baik kepada tuhan maupun kepada sesama
manusia. Saling memenuhi kewajiban antara suami isteri dan anggota keluarga
dalam rumah tangga merupakan salah satu cara membina rumah tangga bahagia.
Dengan
demikian perkawinan dan tujuan perkawinan sangat erat hubungannya dengan agama,
maka pendidikan agama dalam keluarga merupakan condition sine quo non untuk membentuk keluarga yang bahagia. Sebab
agama akan membuat hidup dan kehidupan manusia menjadi lebih bermakna. Mengenai
asas-asas atau prinsip-prinsip dalam perkawinan terdapat dalam penjelasan umum
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974, yaitu:
a. Tujuan perkawinan adalah membentuk keluarga yang
bahagia dan kekal. Untuk itu suami isteri perlu saling membantu dan melengkapi,
agar masing-masing dapat mengembangkan kepribadiannya membantu dan mencapai
kesejahteraan materiil dan spiritual
b. Dalam undang-undang ini dinyatakan, bahwa perkawinan
adalah sah, apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agamanya dan
kepercayaannya. Disamping itu, tiap-tiap perkawinan harus dicatat menurut
peraturan perundang-undangan yang berlaku.
c. Undang-undang ini mengandung asas monogami. Hanya
apabila dikehendaki oleh yang bersangkutan karena hukum dan agama dari yang
bersangkutan mengijinkan, suami dapat beristri lebih dari seorang. Namun
demikian perkawinan seorang suami dengan lebih dari seorang isteri, meskipun
hal itu dikehendaki oleh orang-orang yang bersangkutan, hanya dapat dilakukan
apabila dipenuhi berbagai persyaratan tertentu dan diputuskan oleh pengadilan.
d. Undang-undang ini mengandung prinsip, bahwa calon
suami atau isteri itu harus masak jiwa raganya untuk dapat melangsungkan
perkawinan agar dapat mewujudkan tujuan perkawinan secara baik tanpa berakhir
pada perceraian dan mendapat keturunan yang baik dan sehat. Untuk itu harus
dicegah adanya perkawinan antara suami atau isteri yang masih dibawah umur.
e. Mengingat tujuan perkawinan adalah untuk membentuk
keluarga yang bahagia kekal dan sejahtera, maka undang-undang ini menganut
prinsip untuk mempersukar terjadinya percaraian, harus ada alasan-alasan
tertentu serta harus dilakukan didepan sidang pengadilan.
f. Hak dan kedudukan isteri adalah seimbang dengan hak
dan kedudukan suami baik dalam kehidupan rumah tangga maupun dalam pergaulan
masyarakat, sehingga dengan demikian segala sesuatu dalam keluarga dapat
dirundingkan dan diputuskan bersama.
Asas-asas atau prinsip-prinsip
perkawinan menurut Undang-Undang Nomor 1 tahun 1974 adalah pembentukan keluarga
bahagia dan kekal. Perkawinan yang sah menurut masing-masing agamanya, pencatatan
perkawinan, asas monogami terbuka, prinsip calon suami isteri sudah masak jiwa
raganya, batas umur perkawinan,perceraian dipersulit, kedudukan suami isteri
seimbang Rumusan lain seperti yang diuraiakan oleh Arso Sosroatmodjo dan Wasit
Aulawi sebagai berikut:
a. Asas sukarela,
b. Partisipasi keluarga,
c. Perceraian dipersulit,
d. Poligami dibatasi secara ketat,
e. Kematangan calon mempelai dan
f. Memperbaiki derajat
kaum wanita.
No comments:
Post a Comment