Istilah “nikah” berasal dari bahasa Arab atau disebut dengan alnikah yang
bermakna al-wathi dan al-dammu wa al-tadakhul. Terkadang
juga disebut dengan al-dammu wa al-jam’u atau ‘ibarat
‘anal-wath wa al-‘aqd yang bermakna bersetubuh, berkumpul dan akad.
Sedangkan menurut bahasa Indonesia adalah “perkawinan”. Namun bila dicermati,
istilah tersebut mempunyai makna yang sama, dan dalam karya tulis ini digunakan
istilah perkawinan. Masalah perkawinan dalam Al-Qur’an ditegaskan tidak hanya
dalam bentuk garis-garis besar saja, seperti halnya perintah agama melainkan
diterangkan secara tafsili/terperinci. Pokok-pokok hukum perkawinan dalam
Al-Qur’an surah Al-Baqarah ayat 221-237 mengenai perkawinan, perceraian dan
hubungan kerabat karena susunan.
Mengenai perintah Allah kepada manusia untuk menikah dalam Al-Qur’an
disebut dalam surah An Nuur ayat 32:
Dan kawinkanlah orang orang yang sendirian diantara
kamu, dan orang orang yang layak (berkawin) dari hamba hamba sahayamu yang
lelaki dan hamba hamba sahayamu yang perempuan. Jika mereka miskin Allah akan
memampukan mereka dengan kurnia-Nya. Dan Allah Maha luas (pemberian-Nya) lagi
maha mengetahui.
Nabi Muhammad SAW memperkuat Firman Allah diatas dengan bersabda “Nikah
adalah sunnahku, barang siapa yang mengikuti sunnahku berarti termasuk
golonganku dan barang siapa yang membenci sunnahku berarti bukan termasuk
golonganku”.(HR.Bukhori-Muslim)
Terdapat beberapa pengertian terkait dengan istilah perkawinan.
Bermacam-macam pendapat telah dikemukakan oleh ahli dibidang hukum perkawinan.
Perbedaan diantara pendapat-pendapat itu tidaklah memperlihatkan adanya
pertentangan yang sungguh-sungguh antara satu pendapat dengan pendapat yang lain,
tetapi lebih memperlihatkan keinginan setiap pihak perumus mengenai banyak
jumlah unsur-unsur yang hendak dimasukkan dalam perumusan pengertian perkawinan
itu disatu pihak, sedang dipihak lain dibatasi pemasukan unsur-unsur itu dalam
perumusan pengertian perkawinan itu. Pada bagian ini, penulis akan mengemukakan
pengertian perkawinan sebagai acuan teori penelitian yang akan dilaksanakan:
a. Menurut
Sayuti Thalib, perkawinan adalah perjanjian suci membentuk keluarga antara
seorang laki-laki dengan seorang perempuan.
b. Menurut
Hanabilah nikah adalah akad yang menggunakan lafaz inkah yang bermakna tajwiz
dengan maksud mengambil manfaat untuk bersenang-senang
c. Al-Malibari
mendefinisikan perkawinan sebagai akad yang mengandung kebolehan (ibahat) melakukan
persetubuhan yang menggunakan kata nikah atau tazwij.
d. Muhammad
Abu Zahrah didalam kitabnya al-ahwal al-syakhsiyyah mendefinisikan nikah
sebagai akad yang menimbulkan akibat hukum berupa halalnya melakukan
persetubuhan antara laki-laki dengan perempuan, saling tolong menolong serta
menimbulkan hak dan kewajiban.
e. Iman
Taqiyuddin didalam kifarat al-akhyar mendefinisikan nikah sebagai, ibarat
tentang akad yang masyhur yang terdiri dari rukun dan syarat, dan yang dimaksud
dengan akad adalah alwat’(bersetubuh).
f. Tahir
Mahmood mendefinisikan perkawinan sebagai sebuah ikatan lahir dan batin antara
seorang pria dan wanita masing-masing menjadi suami dan istri dalam rangka
memperoleh kebahagiaan hidup dan membangun keluarga dalam sinaran ilahi.
g. Sedang
R. abdul Djamali dalam bukunya yang berjudul Hukum Islam, berdasarkan ketentuan
kurikulum konsorsium ilmu hukum berpendapat bahwa istilah perkawinan menurut
hukum islam adalah nikah atau ziwaj. Kedua istilah ini dilihat dari arti
katanya dalam bahasa Indonesia ada perbedaan, sebagai kata “nikah” berarti
hubungan seks antara suami isteri, sedangkan “ziwaj” berarti kesepakatan antara
seorang pria dan seorang wanita yang mengikatkan diri dalam hubungan
suami istri untuk mencapai tujuan hidup dalam melaksanakan ibadah kebaktian
kepada Allah.
h. Anwar
Harjono mengatakan pernikahan adalah suatu perjanjian suci antara seorang
laki-laki dengan seorang perempuan untuk membentuk keluarga bahagia.
i. Wirjono
Prodjodikoro berpendapat perkawinan adalah hidup bersama dari seorang laki-laki
dan seorang perempuan yang memenuhi syarat-syarat yang termasuk dalam
peraturan.
j. K. wantjik Saleh
mengungkapkan, perkawinan adalah suatu perjanjian yang diadakan oleh dua orang,
dalam hal ini perjanjian antara seorang pria dengan seorang wanita dengan
tujuan materiil, yakni membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal
itu seharusnyalah berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa sebagai asas pertama
dalam pancasila.
k. Ahmad
Azhar Basyir dalam sebuah bukunya yang berjudul Hukum Perkawinan Islam
berpendapat bahwa perkawinan menurut hukum islam adalah suatu akad atau
perikatan untuk menghalalkan hubungan kelamin antara laki-laki dan perempuan
dalam rangka mewujudkan kebahagian hidup keluarga, yang diliputi rasa
ketentraman serta kasih sayang dengan cara yang diridhoi Allah SWT.
l. Adapun
Hilman Hadikusumo menyebutkan perkawinan merupakan perikatan antara dua pihak
dalam memenuhi perintah dan anjuran Tuhan Yang Maha Esa yang membawa akibat
hukum, yaitu timbulnya hak dan kewajiban dalam rangka mewujudkan keturunan.
Perkawinan menurut Kompilasi Hukum Islam adalah pernikahan, yaitu akad yang
sangat kuat atau miitsaaqon goliidhan untuk mentaati perintah Allah dan
melaksanakannya merupakan ibadah. Sedangkan perkawinan menurut Hukum Islam
adalah suatu akad atau perikatan untuk menghalalkan hubungan kelamin antara
laki-laki dan perempuan dalam rangka mewujudkan kebahagiaan hidup keluarga yang
diliputi rasa ketentraman serta kasih saying dengan cara yang diridhoi Allah.
Sebagai penutup bagian ini, penulis akan membandingkan dengan pengertian
yang ada pada tata tertib kaidah-kaidah yang berlaku di Indonesia yang
terbentuk dalam bentuk kongkretnya disebut Hukum Perkawinan atau istilah lain
yang sama maksudnya yang telah berlaku sejak dahulu sampai sekarang.
Tata tertib dan kaidah-kaidah ini pula yang telah dirumuskan dalam suatu
undang-undang Pokok Perkawinan yaitu Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang
Perkawinan yang didalam Pasal 1 memberikan pengertian perkawinan adalah ikatan
lahir bathin antara seorang pria dan seorang wanita sebagai suami isteri dengan
tujuan membentuk keluarga (rumah Tangga) yang bahagia berdasarkan Tuhan Yang
Maha Esa. Dari rumusan tersebut diatas jelas bahwa arti perkawinan adalah
“Ikatan lahir batin antara seorang pria dan seorang wanita sebagai suami
isteri”, dalam perkataan lahir batin itu dimaksudkan bahwa hubungan suami
isteri tidak boleh semata-mata hanya berupa ikatan lahiriah saja dalam makna
seorang pria dan wanita hidup bersama sebagai suami isteri dalam ikatan formal,
tetapi kedua-duanya harus membina ikatan batin. Tanpa ikatan batin, ikatan
lahir mudah sekali terlepas.
No comments:
Post a Comment