1. Pengertian Perceraian
Perceraian merupakan kata yang terdiri dari cerai yang berarti pisah, mendapatkan imbuhan per-an sehingga secara bahasa berarti putusnya hubungan suami isteri, talak, hidup perpisahan antara suami isteri selagi kedua-duanya masih hidup. Undang-Undang Perkawinan pada Pasal 38 dan KHI pada Pasal 113 menyatakan bahwa perceraian itu merupakan salah satu sebab putusnya perkawinan.
Sedangkan menurut istilah agama talak dari kata “ithlaq”, artinya “melepaskan atau meninggalkan”. Talak berarti melepaskan ikatan perkawinan atau bubarnya hubungan perkawinan.
Cerai talak adalah cerai yang dijatuhkan oleh suami terhadap isterinya, sehingga perkawinan mereka menjadi putus. Seorang suami bermaksud menceraikan isterinya harus lebih dahulu mengajukan permohonan ke Pengadilan Agama yang berkedudukan di wilayah tempat tinggalnya. Sedangkan cerai gugat adalah cerai yang didasarkan atas adanya gugatan yang diajukan oleh isteri, agar perkawinan dengan suaminya menjadi putus. Seorang isteri yang bermaksud bercerai dari suaminya harus lebih dahulu mengajukan gugatan ke Pengadilan Agama.
Berdasarkan definisi-definisi di atas, penulis dapat menyimpulkan bahwa perceraian adalah putusnya hubungan suami isteri selagi keduanya masih hidup atau putusnya perkawinan, yang dapat terjadi dengan talak (cerai talak) ataupun khuluk (cerai gugat).
2. Dasar Hukum Perceraian
Dasar hukum perceraian pada Undang-Undang Perkawinan terdapat pada Bab VIII tentang Putusnya Perkawinan Serta Akibatnya Pasal 38 dan Pasal 39 sedangkan pada KHI pada Bab XVI tentang Putusnya Perkawinan Pasal 113-Pasal 128. Selain dalam aturan-aturan yang dikoodifikasi, para ahli-ahli fiqih juga memiliki pendapat yang berbeda mengenai hukum percerain menurut Islam, pendapat yang paling benar diantara semua itu yaitu yang mengatakan “terlarang”, kecuali karena alasan yang benar. Mereka yang berpendapat seperti ini ialah golongan Hanafi dan Hambali. Adapun alasannya yaitu:
Rasulullah SAW bersabda: “Allah melaknat tiap-tiap orang yang suka merasai dan bercerai.” (Maksudnya: suka kawin dan bercerai).
Ini disebabkan bercerai itu kufur terhadap nikmat Allah. Sedangkan kawin adalah suatu nikmat dan kufur terhadap nikmat adalah haram. Jadi tidak halal bercerai, kecuali karena darurat. Darurat memperbolehkan cerai bila suami meragukan kebersihan tingkah laku isteri, atau sudah tidak punya cinta dengannya. Golongan Hambali lebih menjelaskannya secara terperinci dengan baik, yang ringkasnya sebagai berikut:
“Talak itu, adakalanya wajib, adakalanya haram, adakalanya mubah dan adakalanya sunnah”
Menurut Sayyid Sabiq, talak wajib yaitu talak yang dijatuhkan oleh pihak hakam (penengah), karena perpecahan antara suami isteri yang sudah berat. Ini terjadi jika hakam berpendapat bahwa talaklah jalan satu-satunya menghentikan perpecahan.
Talak haram yaitu talak tanpa ada alasan. Oleh karena merugikan bagi suami dan isteri serta tidak ada kemaslahatan yang mau dicapai dengan perbuatan talaknya itu, jadi talaknya haram. Dalam riwayat lain dikatakan talak dibenci oleh Allah SWT, Rasulullah SAW bersabda: perbuatan halal yang paling dibenci Allah adalah talak, dalam kalimat lain disebutkan: “tidak ada sesuatu yang dihalalkan Allah, tetapi dibenci-Nya selain daripada talak”. Talak itu dibenci bila tidak ada alasan yang benar, sekalipun Nabi SAW. Menamakan talak sebagai perbuatan halal karena ia merusak perkawinan yang mengandung kebaikan-kebaikan yang dianjurkan oleh agama. Talak sunnah yaitu dikarenakan isteri mengabaikan kewajibannya kepada Allah, seperti sholat dan sebagainya, sedangkan suami tidak mampu memaksanya agar isteri menjalankan kewajibannya tersebut, atau isteri kurang rasa malunya.
Dalam keadaan seperti ini suami tidak salah untuk bertindak keras kepada isterinya, agar dia mau menebus dirinya dengan mengembalikan maharnya untuk bercerai. Allah SWT berfirman dalam Al-Quran Surah An-Nisaa Ayat 19 :
Artinya :
“Hai orang-orang yang beriman, tidak halal bagi kamu mempusakai wanita dengan jalan paksa dan janganlah kamu menyusahkan mereka karen hendak mengambil kembali sebagian dari apa yang telah kamu berikan kepadanya, terkecuali bila mereka melakuka perbuatan keji yang nyata. Dan bergaullah dengan mereka secara patut. Kemudian bila kamu tidak menyukai mereka, (maka bersabarlah) karena mungkin kamu tidak menyukai sesuatu, padahal Allah menjadikan padanya kebaikan yang banyak”.
KISAH CERITA SAYA SEBAGAI NAPI TELAH DI VONIS BEBAS ALLHAMDULILLAH
ReplyDeleteDARI BERKAT BANTUAN BPK Dr. H. Ridwan Mansyur , S.H., M.H BELIAU SELAKU PANITERA MUDA DI KANTOR MAHKAMAH AGUNG (M.A) DAN TERNYATA BELIAU BISA MENJEMBATANGI KEJAJARAN PA & PN PROVINSI.
Assalamu'alaikum sedikit saya ingin berbagi cerita kepada sdr/i , saya adalah salah satu NAPI yang terdakwah dengan penganiayaan pasal 351 KUHP dengan ancaman hukuman 2 Tahun 8 bulan penjara, singkat cerita sewaktu saya di jengut dari salah satu anggota keluarga saya yang tinggal di jakarta, kebetulan dia tetangga dengan salah satu anggota panitera muda perdata M.A, dan keluarga saya itu pernah cerita kepada panitera muda M.A tentang masalah yang saya alami skrg, tentang pasal 351 KUHP, sampai sampai berkas saya di banding langsun ke jakarta, tapi alhamdulillah keluarga saya itu memberikan no hp pribadi bpk Dr. H. Ridwan Mansyur ,S.H., M.H Beliau selaku panitera muda perdata di kantor M.A pusat, dan saya memberanikan diri call beliau dan meminta tolong sama beliau dan saya juga menjelas'kan masalah saya, dan alhamdulillah beliau siap membantu saya setelah saya curhat masalah kasus yang saya alami, alhamdulillah beliau betul betul membantu saya untuk di vonis dan alhamdulillah berkat bantuan beliau saya langsun di vonis bebas dan tidak terbukti bersalah, alhamdulillah berkat bantuan bpk Dr. H. Ridwan Mansyur, S.H., M.H beliau selaku ketua panitera muda perdata di kantor Mahkamah Agung R.I no hp bpk Dr. H. Ridwan Mansyur , S.H.,M.H 0823-5240-6469 Bagi teman atau keluarga teman yang lagi terkenah musibah kriminal, kalau belum ada realisasi masalah berkas anda silah'kan hub bpk Dr. H. Ridwan semoga beliau bisa bantu anda. Wassalam.....