Pengertian Mediasi

Secara etimologi, istilah mediasi berasal dari bahasa Latin, mediare yang berarti berada di tengah. Makna ini merujuk pada peran yang ditampilkan pihak ketiga sebagai mediator dalam menjalankan tugasnya menengahi dan menyelesaikan sengketa antara para pihak. „Berada di tengah‟ juga bermakna mediator harus berada pada posisi netral dan tidak memihak dalam menyelesaikan sengketa. Ia harus mampu menjaga kepentingan para pihak yang bersengketa secara adil dan sama, sehingga menumbuhkan kepercayaan dari para pihak yang bersengketa.
Dalam Kamus Lengkap Bahasa Indonesia, kata mediasi diberi arti sebagai proses pengikutsertaan pihak ketiga (sebagai mediator atau penasihat) dalam penyelesaian suatu perselisihan. Pengertian mediasi yang diberikan Kamus Lengkap Bahasa Indonesia mengandung tiga unsur penting. Pertama, mediasi merupakan proses penyelesaian perselisihan atau sengketa yang terjadi antara dua pihak atau lebih. Kedua, pihak yang terlibat dalam penyelesaian sengketa adalah pihak-pihak yang berasal dari luar pihak yang bersengketa. Ketiga, pihak yang terlibat dalam penyelesaian sengketa tersebut tersebut bertindak sebagai penasihat dan tidak memiliki kewenangan apa-apa dalam pengambilan keputusan.

J. Folberg dan A. Taylor lebih menekankan konsep mediasi pada upaya yang dilakukan mediator dalam menjalankan kegiatan mediasi. Kedua ahli ini menyatakan bahwa penyelesaian sengketa melalui jalur mediasi dilakukan secara bersa-sama oleh pihak yang bersengketa dan dibantu oleh pihak yang netral. Mediator dapat mengembangkan dan menawarkan pilihan penyelesaian sengketa, dan para pihak dapat pula mempertimbangkan tawaran mediator sebagai suatu alternatif menuju kesepakatan dalam penyelesaian sengketa.
Garry Goopaster memberikan defenisi mediasi sebagai proses negosiasi pemecahan masalah di mana pihak luar yang tidak memihak (imparsial) bekerja sama dengan pihak-pihak yang bersengketa untuk membantu mereka memperoleh kesepakatan perjanjian untuk memuaskan. Goopaster mencoba mengeksplorasi lebih jauh makna mediasi tidak hanya dalam pengertian bahasa, tetapi ia juga menggambarkan proses kegiatan mediasi, kedudukan dan peran pihak ketiga, serta tujuan dilakukan suatu mediasi.
Menurut Takdir Rahmadi, mediasi adalah suatu proses penyelesaian sengketa antara dua pihak atau lebih melalui perundingan atau cara mufakat dengan bantuan pihak netral yang tidak memiliki kewenangan memutus. Pihak netral tersebut disebut mediator dengan tugas memberikan bantuan prosedural dan substansial. Lain halnya dengan pengertian mediasi oleh Jimmy Joses Sembiring bahwa mediasi adalah proses penyelesaian sengketa dengan perantara pihak ketiga, yakni pihak yang memberi masukan-masukan kepada para pihak untuk menyelesaikan sengketa mereka.
Di Indonesia, pengertian mediasi secara lebih konkret dapat ditemukan dala Peraturan Mahkamah Agung RI No. 02 Tahun 2003 tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan. Mediasi adalah penyelesaian sengketa melalui proses perundingan para pihak dengan dibantu oleh mediator (Pasal 1 butir 6). Mediator adalah pihak yang bersifat netral dan tidak memihak, yang berfungsi membantu para pihak dalam mencari berbagai kemungkinan penyelesaian sengketa (Pasal 1 butir 5)
Pengertian mediasi dalam Peraturan Mahkamah Agung RI Tahun 2003 tidak jauh berbeda dengan esensi mediasi yang dikemukakan oleh para ahli resolusi konflik. Namun, pengertian ini menekankan pada satu aspek penting yang mana mediator proaktif mencari berbagai kemungkinan penyelesaian sengketa. Mediator harus mampu menemukan alternatif-alternatif penyelesaian sengketa. Ia tidak hanya terikat dan terfokus pada apa yang dimiliki oleh para pihak dalam penyelesaian sengketa mereka. Mediator harus mampu menawarkan solusi lain, ketika para pihak tidak lagi memiliki alternatif penyelesaian sengketa, atau para pihak sudah mengalami kesulitan atau bahkan terhenti (deadlock) dalam penyelesaian sengketa mereka. Di sinilah peran penting mediator sebagai pihak ketiga yang netral dalam membantu penyelesaian sengketa. Oleh karenanya, mediator harus memiliki sejumlah skill yang dapat memfasilitasi dan membantu para pihak dalam penyelesaian sengketa mereka.
Dalam upaya perdamaian, tahap pertama yang harus dilakukan oleh hakim dalam menyidangkan perdamaian kepada pihak-pihak yang bersengketa adalah mengadakan perdamaian kepada pihak-pihak yang bersengketa. Kewajiban hakim dalam mendamaikan pihak-pihak yang berperkara adalah sejalan dengan tuntunan ajaran Islam. Ajaran Islam memerintahkan agar menyelesaikan setiap perselisihan yang terjadi di antara manusia sebaiknya dengan jalan perdamaian (islah), ketentuan ini adalah sejalan dengan firman Allah SWT dalam Al-Qur‟an Surah Al- Hujurat Ayat (9) yang berbunyi, “Sesungguhnya orang-orang mukmin adalah bersaudara karena itu damaikanlah antara kedua saudaramu dan bertakwalah kepada Allah supaya kamu mendapat rahmat.” yakni bahwa jika dua golongan orang beriman bertengkar maka damaikanlah mereka, perdamaian itu hendaklah dilakukan dengan adil dan benar sebab Allah sangat mencintai orang yang berlaku adil. 
Adapun landasan hukum dalam penerapan mediasi di Indonesia diantaranya :
- HIR Pasal 130 dan Rbg Pasal 154 telah mengatur lembaga perdamaian. Hakim wajib terlebih dahulu mendamaikan para pihak yang berperkara sebelum perkaranya diperiksa.
- SEMA No. 1 tahun 2002 tentang pemberdayaan lembaga perdamaian dalam Pasal 130 HIR/154 Rbg.
- PERMA Nomor 2 tahun 2003 tentang prosedur mediasi di Pengadilan.
- PERMA Nomor 1 tahun 2008 tentang prosedur mediasi di Pengadilan.
- Mediasi atau APS di luar Pengadilan diatur dalam Pasal 6 UU Nomor 30 tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa.
Mediasi sekarang ini telah berkembang ke hal-hal yang lain sepanjang masalah perdata. Oleh karena itu cakupan yurisdiksinya sangat luas. Yurisdiksi tersebut juga sampai kepada masalah perceraian dalam arti mendamaikan para pihak supaya jangan cerai dan masalah sengketa perdata lainnya. Pengadilan Agama mempunyai jurisdiksi untuk melakukan perdamaian dalam arti agar para pihak yang berperkara tidak bercerai. Biasanya para pihak yang datang ke pengadilan agama telah berkonsultasi kepada BP4 (Badan Penasehat Perkawinan dan Penyelesaian Perkara). Namun meskipun para pihak langsung datang ke pengadilan agama tanpa melalui BP4, perkara tetap di periksa. Para pihak yang datang ke Pengadilan agama baik yang sudah melalui BP4 maupun yang belum, Hakim agama yang memeriksa dan mengadili perkara tersebut tetap diwajibkan untuk melakukan upaya agar para pihak yang bersengketa mendapat perdamaian. Dalam hal terjadi kesepakatan, maka pihak penggugat mencabut perkaranya.
Dalam wilayah hukum privat, titik berat kepentingan terletak pada kepentingan perorangan (pribadi). Dimensi privat cukup luas cakupannya yang meliputi dimensi hukum keluarga, hukum kewarisan, hukum kekayaan, hukum perjanjian (kontrak) bisnis, dan lainnya. Dalam dimensi hukum privat atau perdata, para pihak yang bersengketa dapat melakukan penyelesaian sengketanya melalui jalur hukum di pengadilan maupun di luar jalur pengadilan. Hal ini sangat dimungkinkan karena hukum privat atau perdata, titik berat kepentingannya terletak pada para pihak yang bersengketa, bukan negara atau kepentingan umum. Oleh karena itu, tawar-menawar dan pembayaran sejumlah kompensasi untuk menyelesaikan sengketa dapat terjadi dalam dimensi ini. Dalam hukum Islam, dimensi perdata mengandung hak manusia (Haqqul „ibad) yang dapat dipertahankan melalui kesepakatan damai antara para pihak yang bersengketa.28
Mediasi sebagai salah satu bentuk penyelesaian sengketa memiliki ruang lingkup utama berupa wilayah privat atau perdata. Sengketa-sengketa perdata berupa sengketa keluarga, waris, kekayaan, kontrak, perbankan, bisnis, dan lingkungan hidup serta berbagai jenis sengketa perdata lainnya dapat diselesaikan melalui jalur mediasi. Penyelesaian sengketa melalui jalur mediasi dapat ditempuh pengadilan maupun di luar pengadilan. Mediasi yang dijalankan di pengadilan merupakan bagian dari rentetan proses hukum di pengadilan, sedangkan bila mediasi dilakukan di luar pengadilan, maka proses mediasi tersebut merupakan bagian tersendiri yang terlepas dari prosedur hukum acara pengadilan.
Dalam perundang-undangan Indonesia ditegaskan ruang lingkup sengketa yang dapat dijalankan kegiatan mediasi. Dalam UU No. 30 Tahun 2000 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa disebutkan bahawa sengketa atau beda pendapat perdata dapat diselesaikan oleh para pihak melalui alternatif penyelesaian sengketa yang didasarkan pada itikad baik dengan menyampingkan penyelesaian secara litigasi di Pengadilan Negeri (Pasal 6). Ketentuan dalam Pasal ini memberi ruang gerak cukup luas, yaitu seluruh perbuatan hukum yang termasuk dalam ruang lingkup perdata. Bahkan undang-undang ini memberikan penegasan ruang lingkup yang berbeda antara arbitrase dan mediasi.
Hal senada juga ditegaskan dalam Peraturan Mahkamah Agung RI No. 2 Tahun 2003 tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan. Dalam Pasal 2 Perma No.2 Tahun 2003 disebutkan bahwa semua perkara perdata yang diajukan ke pengadilan tingkat pertama wajib terlebih dahulu diselesaikan melalui perdamaian dengan bantuan mediator. Ketentuan Pasal ini menggambarkan bahwa ruang lingkup sengketa yang dapat dimediasi adalah seluruh perkara perdata yang menjadi kewenangan peradilan umum dan peradilan agama pada tingkat pertama.

Bagikan:

No comments:

Post a Comment

KONTAK

1. Email : handar_subhandi@yahoo.com 2. Facebook : Handar Subhandi 3. Twitter : @handar_subhandi 4. Researchgate : Handar Subhandi 5. Google Scholar : Handar Subhandi 6. Orcid ID : 0000-0003-0995-1593 7. Scopus ID : 57211311917 8. Researcher ID : E-4121-2017

Popular Posts

Labels

Arsip Blog

Artikel Terbaru