Tata Cara Perceraian

Sejalan dengan prinsip atau asas undang-undang perkawinan untuk mempersulit terjadinya perceraian, maka perceraian hanya dapat dilakukan di depan sidang pengadilan, setelah pengadilan yang bersangkutan berusaha dan tidak berhasil mendamaikan kedua belah pihak (Undang-Undang Peradilan Agama selanjutnya disingkat UUPA Pasal 65 jo. Pasal 115 KHI).
Adapun tata cara dan prosedurnya dibedakan ke dalam 2 macam, yaitu:

a. Cerai talak (permohonan)
Pasal 66 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama (UUPA) menyatakan seorang suami yang beragama Islam yang akan menceraikan isterinya mengajukan permohonan kepada pengadilan untuk mengadakan sidang guna menyaksikan ikrar talak.
Pada rumusan Pasal 14 PP Nomor 9 Tahun 1975 dijelaskan mengenai pengadilan tempat permohonan itu diajukan, yaitu seorang suami yang telah melangsungkan perkawinan menurut agama Islam, yang akan menceraikan istrinya, mengajukan surat kepada pengadilan tempat tinggalnya, yang berisi pemberitahuan bahwa ia bermaksud menceraikan istrinya disertai dengan alasan-alasan serta meminta kepada pengadilan agar diadakan sidang untuk keperluan itu.
Berdasarkan uraian Pasal 14 PP Nomor 9 Tahun 1975 di atas menyebutkan bahwa pengadilan tempat mengajukan permohonan adalah yang mewilayahi tempat tinggal pemohon. Sementara dalam Undang-Undang Peradilan Agama mengubah atau memperbaharui tempat mengajukan permohonan adalah ke pengadilan yang mewilayahi tempat kediaman termohon, atau dalam bahasa KHI tempat tinggal istri. Hal ini dimaksudkan oleh Munawir Sjadzali, untuk memberikan kemudahan bagi pihak istri.
Langkah berikutnya adalah pemeriksaan oleh Pengadilan, yang dalam Pasal 68 undang-undang perkawinan yang menjelaskan bahwa :
1. Pemeriksaan permohonan cerai talak dilakukan oleh majelis hakim selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari setelah berkas atau permohonan cerai talak didaftarkan di Kepaniteraan.
2. Pemeriksaan permohonan cerai talak, dilakukan dalam sidang tertutup.
Pada rumusan Pasal 15 PP Nomor 9 Tahun 1975, dinyatakan:
“Pengadilan yang bersangkutan mempelajari isi surat yang dimaksud dalam Pasal 14, dan dalam waktu selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari memanggil pegirim surat dan juga isterinya untuk meminta penjelasan tentang segala sesuatu yang berhubungan dengan maksud perceraian itu”.
Usaha mendamaikan kedua belah pihak selain ditempuh sebelum persidangan dimulai, juga dapat dilakukan setiap kali persidangan tidak tertutup untuk mendamaikan mereka, karena biasanya persidangan semacam in tidak bisa diselesaikan dalam sekali persidangan.
Langkah berikutnya diatur dalam Pasal 70 Undang-Undang Perkawinan sebagaimana dirinci dalam pasal 16 PP Nomor 9 Tahun 1975:
“Pengadilan hanya memutuskan untuk mengadakan sidang pengadilan untuk menyaksikan perceraian yang dimaksud dalam Pasal 14 apabila memang terdapat alasan-alasan seperti yang dimaksud dalam Pasal 19 Peraturan Pemerintah ini, dan Pengadilan berpendapat bahwa suami isteri yang bersangkutan tidak mungkin lagi didamaikan untuk hidup rukun lagi dalam rumah tangga”.
Langkah berikutnya, diatur dalam UUPA Pasal 70 sebagaimana dirinci dalam Pasal 16 PP Nomor 9 Tahun 1975 :
1. Pengadilan setelah berkesimpulan bahwa kedua belah pihak, tidak mungkin lagi didamaikan, dan telah cukup alasan perceraian maka pengadilan menetapkan bahwa permohonan tersebut dikabulkan.
2. Terhadap penetapan sebagaimana yang dimaksud dalam ayat (1), isteri dapat mengajukan banding.
3. Setelah penetapan tersebut mempunyai kekuatan hukum yang tetap, pengadilan menentuka hari sidang penyaksian ikrar talak, dengan memanggil suami dan isteri atau wakilnya untuk menghadiri sidang tersebut.
4. Dalam sidang itu, suami atau wakilnya yang diberi kuasa khusus dalam suatu akta otentik untuk mengucapkan ikrar talak, mengucapkan ikrar talak yang dihadiri oleh isteri atau kuasanya.
5. Apabila isteri telah mendapat panggilan secara sah dan patut, tetapi tidak datang menghadap sendiri atau tidak mengirimkan wakilnya dapat mengucapkan talak tanpa dihadiri isteri atau wakilnya.
6. Jika suami dalam tenggang waktu 6 (enam) bulan sejak ditetapkannya hari sidang penyaksian ikrar talak tidak datang menghadap sendiri atau tidak mengirim wakilnya, meskipun telah mendapat panggilan secara sah dan patut maka gugurlah kekuatan penetapan tersebut, dan perceraian dapat diajukan kembali berdasarkan alasan yang sama.
Selanjutnya diatur dalam Pasal 17 PP Nomor 9 Tahun 1975, dirumuskan sebagai berikut:
“Sesaat setelah dilakukan sidang pengadilan untuk menyaksikan perceraian yangg dimaksud pada pasal 16, ketua pengadilan membuat surat keterangan tentang terjadinya perceraian tersebut. Surat itu dikirim kepada pegawai pencatat ditempat perceraian itu terjadi untuk diadakan pencatatan perceraian”.

b. Cerai gugat
Pada uraian kali ini akan dijelaskan mengenai cerai gugat yaitu perceraian yang terjadi atas permintaan isteri atau kuasa hukumnya kepada Pengadilan yang daerah hukumnya meliputi tempat kediaman penggugat (isteri), kecuali apabila penggugat dengan sengaja meninggalkan tempat kediaman tanpa izin tergugat (suami). Dalam hal penggugat dan tergugat berdomisili di luar negeri, maka gugatan dilangsungkan ditempat perkawinan mereka dilangsungkan atau Pengadilan Agama Jakarta Pusat (Pasal 73 Undang-Undang Perkawinan).
Apabila gugatan perceraian didasarkan atas alasan salah satu pihak mendapat pidana penjara, maka untuk memperoleh putusan perceraian, penggugat cukup menyampaikan salinan putusan pengadilan yang berwenang memutuskan perkara disertai keterangan yang menyatakan bahwa putusan itu telah mempunyai kekuatan hukum yang tetap (Pasal 74 Undang-Undang Perkawinan).
Apabila gugatan perceraian didasarkan atas alasan syiqaq (pertengkaran), maka untuk menetapkan putusan perceraian harus didengar keterangan saksi-saksi yang berasal dari keluarga atau orang-orang terdekat. Selama gugatan perceraian berlangsung, pengadilan dapat mengizinkan suami isteri untuk tidak tinggal dalam satu rumah, atas permohonan penggugat dan tergugat.
Proses pemeriksaan cerai gugat hampir sama dengan proses pemeriksaan cerai talak yang diatur dalam Pasal 20-Pasal 36 PP No. 9 Tahun 1975, yang mengacu pada Undang-Undang Perkawinan pada Pasal 80 ayat 1 jo. Pasal 141 KHI, sedangkan ayat 2 dan 3 menjelaskan soal teknis untuk menghindarkan ketidakhadiran para pihak yang berperkara baik penggugat maupun tergugat.
Berdasarkan ajaran Islam, isteri mempunyai hak untuk meminta talak yaitu pertama, talak tafwid yaitu talak yang diberikan suami kepada isterinya berdasarkan syarat-syarat yang telah ditentukan oleh keduanya, dan apabila syarat-syarat yang mereka tentukan terjadi maka isteri, mempunyai hak untuk meminta talak dan terjadilah perceraian. Kedua, talak taklik yaitu pada waktu diadakan akad nikah, suami mengucapkan syarat-syarat yang dapat dijadikan alasan isteri untuk meminta hakim menjatuhkan talak kepadanya, jika dalam perjalanan rumah tangga ternyata suami melanggar syarat-syarat yang telah disepakati sebelum menikah, maka isteri dapat meminta talak.
Bagikan:

No comments:

Post a Comment

KONTAK

1. Email : handar_subhandi@yahoo.com 2. Facebook : Handar Subhandi 3. Twitter : @handar_subhandi 4. Researchgate : Handar Subhandi 5. Google Scholar : Handar Subhandi 6. Orcid ID : 0000-0003-0995-1593 7. Scopus ID : 57211311917 8. Researcher ID : E-4121-2017

Popular Posts

Labels

Arsip Blog

Artikel Terbaru