Ruang Lingkup Harta Bersama

Pada pembahasan ini akan diuraikan mengenai ruang lingkup dari harta bersama. Dimana dapat diketahui harta apa saja yang dapat dikategorikan sebagai objek harta bersama dan objek harta apa yang tidak termasuk dalam harta bersama. Pada pasal 35 ayat 1 Undang-Undang Perkawinan maupun yurisprudensi yang terkait telah ditentukan mengenai harta yang dengan sendirinya menjadi harta bersama. Akan tetapi tidak sesederhana itu penerapannya di dalam kenyataan ini.
Berikut ini adalah batasan dalam ruang lingkup harta bersama menurut Yahya Harahap : 
a. Harta yang dibeli selama perkawinan 
Patokan pertama yang menentukan apakah suatu barang termasuk objek harta bersama atau tidak, ditentukan pada saat pembeliannya. Setiap barang yang dibeli selama perkawinan maka harta tersebut menjadi objek harta bersama suami isteri tanpa mempersoalkan : 
1. Apakah isteri atau suami yang membeli, 
2. Apakah harta terdaftar atas nama isteri atau suami, 
3. Dimana harta tersebut diletakkan. 

Seperti itulah patokan umum untuk menentukan barang yang dibeli selama perkawinan. Hal ini dipertegas dalam putusan Mahkamah Agung tanggal 5 Mei 1971 No. 803 K/Sip/1970. Dalam putusan ini dijelaskan bahwa harta yang dibeli oleh suami atau isteri di tempat yang jauh dari tempat tinggal mereka adalah termasuk harta bersama, jika pembelian dilakukan selama perkawinan berlangsung. 
Lain halnya jika uang yang digunakan untuk membeli barang berasal dari harta pribadi suami atau isteri. Jika uang yang digunakan untuk membeli barang secara murni berasal dari harta pribadi, maka barang yang dibeli itu tidak termasuk objek harta bersama. 
b. Harta yang dibeli dan dibangun sesudah perceraian yang dibiayai dari harta bersama 
Patokan berikut untuk menentukan suatu barang termasuk objek harta bersama atau tidak adalah ditentukan berdasarkan asal-usul uang biaya pembelian atau pembangunan barang yang bersangkutan, meskipun barang itu dibeli atau dibangunsesudah terjadinya perceraian. Hal ini sejalan dengan keputusan Mahkamah Agung tanggal 5 Mei 1970 No. 803 K/Sip/1970, yakni apa saja yang dibeli, jika uang pembelinya berasal dari harta bersama. Penerapannya yang seperti ini harus dipegang teguh untuk menghindari manipulasi dan itikad buruk suami atau isteri.
c. Harta yang dapat dibuktikan diperoleh selama masa perkawinan 
Patokan ini sejalan dengan kaidah hukum harta bersama, yakni semua harta yang diperoleh selama perkawinan diluar dari harta pribadi, warisan dan hibah dengan sendirinya menjadi harta bersama. Namun disadari bahwa dalam suatu sengketa harta bersama, tentu tidak semulus dan semudah itu. Pada umumnya, dalam setiap perkara harta bersama pihak yang digugat selalu mengajukan bantahan terhadap harta yang digugat dengan dalih, bahwa harta yang digugat bukan harta bersama, melainkan harta milik pribadi tergugat. Jika penggugat mengajukan dalih bahwa harta tersebut berasal dari warisan atau hibah maka ditetapkannya objek gugatan tersebut berdasarkan kemampuan dan keberhasilan tergugat atau penggugat untuk membuktikan bahwa harta tersebut adalah harta bersama atau tidak. 
Patokan ini secara jelas tertuang dalam putusan Pengadilan Tinggi Medan tanggal 20 November 1975 yang menyatakan “Pelawan tidak dapat membuktikan bahwa rumah dan tanah terperkara diperoleh sebelum perkawinannya dengan suaminya dan juga malah terbukti bahwa sesuai dengan tanggal izin bengunan, rumah tersebut dibangun semasa perkawinan berlangsung. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa rumah dan tanah terperkara adalah harta bersama antara suami dan isteri, sekalipun tanah dan rumah terdaftar atas nama isteri.
d. Penghasilan harta bersama dan harta bawaan 
Penghasilan yang tumbuh dari harta bersama, sudah logis akan jatuh menambah jumlah harta bersama. Tumbuhnya pun berasal dari harta bersama, sudah semestinya hasil tersebut menjadi harta bersama. Tetapi bukan hanya yang tumbuh dari harta bersama yang jatuh menjadi objek harta bersama diantara suami isteri, penghasilan suami isteri yang tumbuh dari harta bersama pun akan jatuh menjadi objek harta bersama. Sekalipun hak dan kepemilikan harta pribadi mutlak dibawah penguasaan pemiliknya masing-masing akan tetapi harta pribadi tidak lepas fungsinya dari kepentingan keluarga. 
Ketentuan ini berlaku sepanjang suami isteri tidak menentukan lain dalam perjanjian perkawinan. Jika dalam perjanjian perkawinan tidak diatur mengenai hasil yang timbul dari harta pribadi, maka seluruh hasil yang diperoleh dari harta pribadi suami dan harta pribadi isteri jatuh menjadi objek harta bersama.
e. Segala penghasilan pribadi suami istri 
Menurut putusan Mahkamah Agung tanggal 11 Maret 1971 No. 454 K/Sip/1970 menyatakan “Segala penghasilan pribadi suami isteri baik dari keuntungan yang diperoleh dari perdagangan masing-masing ataupun hasil perolehan masing-masing pribadi sebagai pegawai jatuh menjadi harta bersama suami isteri”. Jadi sepanjang mengenai penghasilan pribadi suami isteri tidak terjadi pemisahan maka dengan sendirinya akan menjadi harta bersama. Demikianlah ruang lingkup mengenai harta bersama dengan batasan-batasannya yang telah dipertegas dengan adanya putusan Mahkamah Agung dan Pengadilan Tinggi Medan, baik pada perkawinan monogami maupun poligami.

Bagikan:

No comments:

Post a Comment

KONTAK

1. Email : handar_subhandi@yahoo.com 2. Facebook : Handar Subhandi 3. Twitter : @handar_subhandi 4. Researchgate : Handar Subhandi 5. Google Scholar : Handar Subhandi 6. Orcid ID : 0000-0003-0995-1593 7. Scopus ID : 57211311917 8. Researcher ID : E-4121-2017

Popular Posts

Labels

Arsip Blog

Artikel Terbaru